JAMBIUPDATE.CO, JAMBI - Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi, Romiyanto, menegaskan bahwa RS Erni Medika bukanlah rumah sakit khusus untuk menangani pasien darurat akibat kecelakaan lalu lintas.
Penegasan ini muncul di tengah kabar yang menyebut sejumlah Puskesmas di Jambi kerap merujuk langsung korban kecelakaan ke RS Erni Medika. Rumor itu bahkan menyebut rumah sakit tersebut sebagai fasilitas khusus penanganan kecelakaan.
BACA JUGA: Tidak Cawe-Cawe, Agus Rubiyanto Harga Mati untuk Ketua Golkar Jambi
"Nah, terkait rumor RS Erni Medika jadi RS khusus korban kecelakaan, kita belum dapat laporan pasti, tapi rumor itu sudah lama kami dengar. Tetapi, yang resmi kita dapat laporannya, terkait korban yang dari Sarolangun," ujar Romi kepada awak media, Jum'at (23/5/2025).
Romi menegaskan bahwa RS Erni Medika saat ini belum terakreditasi dan masih berstatus tipe D. Status tersebut belum memenuhi syarat untuk menangani kasus gawat darurat.
"Karena kan dia selama berdiri sudah berapa tahun belum akreditasi, harusnya terakreditasi dulu baru melayani pasien gawat darurat," jelasnya.
BACA JUGA: Harga TBS Sawit Jambi Naik Tipis, Berikut Daftar Harga TBS Periode 23-29 Mei 2025
Lebih lanjut, Romi mengatakan bahwa pasien kecelakaan berat seharusnya dirujuk ke rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas memadai seperti RSUD Raden Mattaher, bukan ke rumah sakit kecil yang belum terakreditasi.
Dalam hal ini RS Raden Mattaher, karena itu pusat rujukan, yang memiliki kapasitas yang memang mumpuni di Provinsi Jambi, selain memang rumah sakit swasta ya," terangnya.
Romi juga mengimbau masyarakat agar lebih selektif dalam memilih rumah sakit rujukan. Ia mengingatkan agar tidak mudah percaya pada oknum-oknum yang memberikan saran ke rumah sakit tertentu tanpa dasar yang jelas.
Kan bisa gunakan internet, cari akreditasi rumah sakitnya, apakah ada dokter bedah dan sarafnya. Jangan langsung percaya aja," tambahnya.
Pernyataan Romi ini juga berkaitan dengan kasus dugaan malpraktik dan penipuan yang dilaporkan oleh keluarga Ulil Fadilah, warga Jati Baru, Mandiangin, Sarolangun. Korban disebut mengalami kelalaian penanganan di RS Erni Medika hingga meninggal dunia.
"Kita sudah panggil, tetapi tidak mau datang. Padahal kita mau konfrontir dengan pernyataan ibu korban. Kita kesulitan buat komunikasinya," kata Romi.
Dari hasil penelusuran awal, BPRS menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk lamanya pasien dirawat di RS Erni Medika tanpa dirujuk ke rumah sakit rujukan, serta dugaan tidak adanya izin praktik dokter yang menangani.
"Karena keterangan ibu korban ke kita, sehingga kita mau tanya ke RS Erni Medika, diapain pasiennya? Siapa dokter yang mengoperasinya (kalau dioperasi)? Kan kita perlu tahu dari BPRS, ada gak STR dokternya di situ, SIP-nya ada gak di situ? Kalau tidak ada STR dan SIP-nya, ilegal dokter itu," tegas Romi.
Ia juga mempertanyakan keputusan pihak RS yang menahan pasien selama enam hari tanpa kejelasan penanganan medis.
Itu yang mau kami cek dari BPRS, mau panggil manajemen RS Erni Medika, kami mau menanyakan, ini kenapa pasien sudah sampai enam hari tidak dirujuk, apa dasarnya, itu yang terpenting, pengawasannya di situ," ungkapnya
Lebih lanjut, BPRS turut mencurigai adanya peran pemilik RS yang tidak memiliki latar belakang medis, namun menyampaikan keputusan terkait kondisi pasien.
"Katanya ada pemilik rumah sakit bernama Jon menyebut korban mengalami pendarahan, dan harus segera dioperasi. Kok orang yang notabene bukan orang medis bisa menyampaikan itu? Kenapa tidak dokter spesialis yang menangani? Itu yang kita konfrontir sebenarnya, tetapi tidak datang, dan kita kesulitan komunikasinya," tambah Romi.
Hingga kini, BPRS masih menunggu klarifikasi dari manajemen RS Erni Medika untuk menindaklanjuti laporan dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut.(*)