iklan
Persaingan  para calon anggota legislatif (Caleg) ke kursi parlemen sepertinya sudah menjadi pertarungan di internal partai, bukan lagi antar partai. Pasanya, mereka harus menjaring suara dari pemilih sebanyak-banyaknya.

Terlebih lagi mendekati hari pemungutan suara Pemilu DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, persaingan ini sepertinya kian memanas.

Seperti di tubuh PDIP untuk DPR RI misalnya, selain ada nama Ikhsan Yunus juga terdapat nama Dodi Sularso dan Syafrial yang merupakan mantan Bupati Tanjung Jabung Barat dan. Di Golkar ada Selina Gita sebagai incumbent, Kemas Faried Alfarelly dan Saniatul Latifa. Di Gerindra selain Sutan Adil Hendra sebagai Ketua DPD juga ada Esrita Usman Ermulan dan Bambang Hermanto. Partai Demokrat ada Indrawati Sukadis, Dipo Ilham Djalil dan Ahmad Subandi Budianto. PAN dengan dua orang incumbent, H Bakri dan Herman Kadir. Kemudian PPP Elviana dan Ami Taher.

Pengamat Politik Jambi, Jafar Ahmad saat dimintai tanggapannya membenarkan, memang persaingan justru panas sebenarnya antar calon dalam internal partai. “Karena sekarang ini siapa pun yang mendapatkan suara terbanyak dia yang akan duduk. Justru yang paling bersaing itu diinternal partai,” ujarnya, Selasa (12/3).

Namun tidak semua Caleg dalam satu partai di Dapil tertentu bersaing ketat. Hanya terdapat dua atau tiga Caleg yang merupakan pertarung. Semakin banyak petarungnya, ini tentunya akan menguntungkan partai.

“Semakin banyak yang dominan di dalam partai semakin bagus untuk meraup suara partai itu sendiri. Kalau tidak ada, itu merugikan partai. Secara keseluruhan suara parati akan berkurang karena hanya satu orang yang meraupnya,” jelasnya.

Mengenai adanya persaingan yang tidak sehat antar Caleg, dalam dunia politik ini sudah lumrah. Meski dalam satu sisi hal-hala seperti ini tidak bagus untuk dilakukan. “Dalam berkompetisi untuk menang itu, kadang-kadang untuk menang orang tidak mengindahkan etika. Itu lumrah terjadi di partai politik. Seperti saling menjatuhkan, itu sesuatu yang biasa dalam dunia politik, meski dalam satu sisi itu kurang etis,” imbuhnya.

Dikatakan Jafar, sepanjang tidak melanggar aturan yang ada, itu tidak masalah. Ini merupakan upaya mempengaruhi opini publik. “Dan itu wajar-wajar saja. Biarlah publik yang menilai. Persaingan ini disemua tingkatan, semua calon yang maju itu ingin jadi,” katanya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images