Koordinator lapangan yang juga sebagai tokoh masyarakat, Riyadi
mengatakan, perusahaan tak mungkin bergerak sendiri. “Pasti ada yang
bekengi, para sopir ini tidak mungkin berani kalau cuman ada jaminan
dari asosiasi angkutan batubara (Asaba),” ujar Riyadi, Selasa (11/3).
Menurut Riyadi, bukti bahwa adanya oknum TNI dan Polisi tertera betul
disurat Perjanjian antara oknum yang mengatasnamakan warga yang membuat
kesepatakan dengan pihak Asaba.
Dalam surat itu tertulis, pengaturan jam operasional lalu lintas
angkutan batubara itu disepakati oleh masyarakat Lingkar Selatan dan
pihak Asaba serta instansi terkait lainnya untuk menghindari kepadatan
angkutan batubara dan aktifitas masyarakat pengguna jalan.
“Kami warga disini tidak ada yang merasa bahwa perjanjian itu kami buat.
Namun itu adalah oknum yang bukan warga disini. Dan ini pasti juga ada
keterlibatan oknum keamanan,” sebut Riyadi yang dibenarkan oleh warga
dan Ketua RT lainnya.
Parahnya lagi, kata Riyadi, menurut hasil rapat itu juga tertulis bahwa
setiap truk yang melintas, baik siang ataupun malam, sopirnya harus
melapor. Selain itu juga wajib menyetor uang sebesar Rp 2 ribu ke pos
Asaba yang ada di Terminal angkutan di Pal X.
Setoran itu, tidak termasuk setoran kepada Dinas perhubungan. “Setoran
itu kabarnya untuk warga disini dan juga untuk oknum polisi dan TNI.
Kalau cuman Rp 2 ribu, kecil nian la bang. Disini orang kerja semua. Ada
yang bertani, ada yang jadi buruh,” kata warga lainnya.
Pemblokiran jalan ini terjadi di RT 16 Kelurahan Kenali Asam Bawah.
Ratusan warga hanya duduk dipinggir jalan. Akibat dari pemblokiran jalan
di Kelurahan Kenali Asam Bawah tersebut, banyak truk sawit dan lainnya
terlihat melintas di Zona larangan di Bundaran Tugu Monas Kotabaru.
Selain itu, aksi pembelokiran jalan yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB
Pagi Selasa (11/3) tersebut baru dihentikan warga sekitar pukul 11.45
WIB.
sumber: jambi ekspres