iklan
Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus menegaskan, Perda harus dijalankan sesuai dengan yang sudah dibuat. Menurutnya, Bupati harus mengatur pertambangan batu bara di daerahnya, karena izinnya adalah dari para Bupati.

“Yang jelas komitmen saya Perda itu harus jalan, kalau ada kebijakan lain nanti dipelajari lagi. Saya katakan pelaksanan Perda itu Bupati, mereka yang memberikan izin, jangan lewat jalan umum. Kalau air sungai surut ya cari sungai terdekat untuk bawa batubara, namun diatur sedemikian rupa,” tegasnya.

Soal adanya kebijakan dari pihak kepolisian dan Dinas Perhubungan yang menetapkan waktu yang dibolehkan beroperasinya angkutan batu bara, yakni mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB, dia mengaku belum tahu. “Saya belum dapat informasi kalau ada kebijakan itu. Yang jelas saya akan tetap kepada Perda harus dijalankan. Nanti akan saya cek,” sebutnya.

Diketahui, kebijakan ini dikeluarkan diketahui beberapa hari lalu. Truk batubara diperbolehkan beroperasi dari pukul 18.00 WIB hingga 06.00 WIB.  Namun, kebijakan itu menimbulkan kekecewaan bagi para supir.

Pasalnya, supir merasa dirugikan dengan diterapkannya regulasi pengangkutan batubara yang dibuat pemerintah. Jumat (25/4) terlihat ratusan truk batubara ditahan sementara oleh petugas Dinas Perhubungan Kota Jambi da Satlantas, di terminal Industri dan Kelontong, Jalan Lingkar Selatan.

Ratusan truk itu distop sementara sampai jam 18.00 WIB, dan tidak boleh beroperasi. Salah seorang supir trk batubara, Arif mengaku kecewa dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah atas larangan beroperasi disiang hari.

Pasalnya, dirinya merasa dirugikan akibat ditahan. Pasalnya, dirinya sampai di Kota Jambi pukul 05.00 WIB dan harus menunggu di terminal sampai sore. “Rugi la sayo, seharusnyo sayo sudah sayo sudah sampai ditempat pengantaran batubara. Tapi sayo harus nunggu dari subuh sampai sore,” keluh Arif.

Terpisah, Puji Siswanto Ketua Asosiasi Supir Angkutan Batubara (Asaba) juga mengatakan hal yang sama. Dia menilai, para supir merasa dirugikan dengan diberlukannya kebijakan baru ini. Seharusya, lanjut Puji, selama satu hari satu malam supir bisa mengangkut batubara satu trip.
Tapi dengan penahanan sementara itu, supir bisa mengangkut satu trip selama dua hari. “Satu trip saja sudah memakan satu hari satu malam. Kalau sudah ditahan selama satu hari maka supir bisa rugi,” ungkap Puji, Senin (28/4).

Menurutnya, secara ekonomi para supir sudah dirugikan. Mereka harus mengeluarkan biaya makanya selama satu hari ditahan sementara diterminal tersebut. Sementara, bayaran yang mereka terima dari perusahan tetap seperti bisa tidak ada tambahan. “Penambahan hari ditahan sementara itu, tidak ada tanggungjawab dari perusahan. Terpaksa supir yang harus mengeluarkan uang sendiri,” sebutnya.

Namun, lanjut Puji, pihaknya akan melihat dan akan mengkaji dulu beberapa hari ke depan sistim penerapan regulasi angkutan batubara apakah produktif atau tidak. Jika memang para supir merasa dirugikan dengan adanya penahanan sementara tersebut, maka kemungkinan Asaba akan mencoba membicarakan kebijakan tersebut.

“Kita liat bebebara hari kedepan. Kalau merugikan bagi supir dan mengeluarkan biaya besar, maka kita akan coba koordinasikan dengan pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan tersebut,” pungkasnya.
--batas--
Sementara itu, Haswan Denova, petugas operasional Dishub Kota Jambi mengatakan, kebijakan ini diberlakukan untuk mengantisipasi terjadinya dampak sosial dari operasi batubara pada siang hari. Pasalnya, banyak pengguna jalan yang mengeluhkan truk batubara yang melintasi pada siang hari.

Kemudian, kebijakan ini juga untuk meminimalisir terjadinya kemacetan. “Kalau masih ada truk batubara yang tetap ngotot beroperasi padasiang hari, maka akan kita berikan sanksi, yakni ditilang,” sebutnya.

Selain itu, saat ditanya kenapa pemerintah masih mengizinkan truk batubara melintas dijalur umum, sementara Perda Nomor 13 dan Pergub Nomor 18 bahkan diperkuat dengan Maklumat Forkopinda yang melarang truk batubara menggunakan jalur darat. Soal ini Haswan mengaku tidak bisa komentar dengan dalih bahwa dirinya hanya melaksanakan tugas sesuai perintah atasan.

“Kalau itu sayo dak tau. Mendingan lansung saja tanya ke atasan saya. Yang jelas kita hanya menjalankan tugas sesuai perintah atasan,” pungkasnya.

Sementara itu, AR Syahbandar, anggota Komisi III DPRD Provinsi Jambi menegaskan, Gubernur harus duduk bersama kembali dengan Danrem dan Kapolda Jambi. Hal ini dirasakan penting, karena dia menilai, tim terpadu yang dibentuk tak bisa berbuat untuk mengawal Perda ini.

“Gubernur harus duduk bersama dengan Danrem dan juga Kapoda untuk mencarikan solsusi. Ini tak bisa lagi dibiarkan, harus ada penyelesaiaannya dan solusi bagaimana menjalankan Perda ini,” ungkapnya.

Perda soal angkutan batu bara sudah dibuat bersama. Jika ada kendala selanjutnya, katanya, diharapkan Gubernur berkonsultasi dengan DPRD Provinsi. Dia juga menjelaskan, jika dikatakan pelaksanaan Perda ini gagal, maka bukan hanya kegagalan Gubernur semata. “Perda ini dibuat bersama antara eksekutif dan legislatif. Artinya kalau gagal dan kalau ada kendala kan menjadi tanggung jawab bersama,” tegasnya.

Dia menuding, banyak pihak bermain dalam urusan angkutan batu bara yang dilarang melintas di jalan umum ini. Dikatakannya, jika tak ada keterlibatan semua pihak, maka urusan penertiban angkutan batu bara yang tak dibolehkan menempuh jalur umum ini akan sulit diselesaikan.

“Ini persoalan sulit, terlalu banyak yang bermain. Makanya kami meminta Gubernur duduk bersama kembali dengan Danrem dan juga Kapolda untuk membahas soal ini,” tandasnya.

Sementara itu, Sukamto Satoto, pengamat hukum Jambi menerangkan, ada 3 indikator berjalannya aturan hukum. Yang pertama, katanya, adalah adanya aturan itu sendiri, lalu yang menjalankan yakni pemerintah dan yang harus mentaati, dalam hal ini masyarakat. “Masyarakat disini adalah angkutan batu bara dan juga perusahaannya. Mereka kan sudah diatur jelas di dalam Perda itu, maka harus diikuti,” ungkapnya.

Soal, apakah ada yang salah di dalam Perda ini sehingga perlu dibahas dan direvisi kembali, dia mengatakan sebenarnya tak perlu. “Perda itu sudah dibuat sedemikian rupa. Kalau mau berkata siapa yang salah, ya harusnya angkutan itu mentaati aturan ini,” tegasnya.

Menurutnya, dalam pelaksanaan Perda ini, unsur ketiga yang memang membuat Perda tak berjalan dengan baik. Yakni masyarakat, dalam hal ini perusahaan dan juga angkutan batu bara yang selalu saja berusaha melawan Perda ini.

“Kan mereka harus lewat jalur khusus atau jalur sungai. Dulu sebelum dibuatrkan Perda kan sudah disepakati, kalau  jalur khusus akan dibangun oleh perusahaan. Sampai Perda akhirnya dikeluarkan, kalau tidak salah sampai 2 tahun itu jalur khusus tak dibuat,” ungkapnya.

Akhirnya, kata dia, pemerintah meminta perusahan dan juga angkutan batu bara melewati jalur sungai. “Makanya yang harus ditertibkan itu memang masyarakatnya, dalam hal ini perusahaan dan angkutan batu baranya,” tandasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images