iklan
Gubernur Jambi, Hasan Basri AGus diminta untuk memperhatikan pembangunan jangka panjang yang dilakukan di Jambi. Diharapkan, pembangunan yang dilakukan tidak malah menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Dijelaskan Gubernur Lembaga Ketahanan  Nasional (Lemhanas) RI, Prof DR Ir Budi Susilo Soepandji, DEA, Jambi memiliki beberapa potensi Sumber Daya Alam. Hal ini harus dimanfaatkan dengan baik, sehingga tidak merugikan nantinya.
    
“Lemhanas justru mendapatkan masukan yang positif dan konstruktif dalam perspektif ketahan nasional yang terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam yang ada di suatu daerah namun bisa mengganggu daerah lain yang tak punya sumber daya alam. Lalu masalah perbatasan dan masalah sosial,” ungkapnya.

Dia memuji masyarakat Jambi yang masih menjunjung adat istiadat dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi. “Adat melayu yang mengutamakan dialog, mengutamakan musyawarah, permasalahan itu bisa berjalan dengan baik sehingga tak menyebabkan konflik berkepanjangan,” katanya.

Terkait dengan kekayaan sumber daya alam sendiri, menurut dia, banyak sekali potensi yang ada di Jambi. Diantaranya, ada Geothermal, lalu gas dan batu bara. “Dalam diskusi ini dibicarakan bagaimana supaya berkelanjutan. Tidak terlalu eksploitatif namun bsia ditata dan tidak melakukan kerusakan lingkungan berlebihan. Itu diskusi dalam tataran aplikasi, pembangunan jangka panjang, melibatkan dana, sumber daya manusia dan ketekunan dalam perencanaan yang konsisten,” ujarnya.

Dengan dialog dalam rangka penguatan nilai kebangsaan kemarin, dia berharap diharapkan nantinya kearifan daerah lebih menonjol dan memperngaruhi sistim pendidikan nasional. “Sehingga bagaimana melihat sistim sekolah internasional misalnya sampai terjadi pelecehan seksual, sehingga ini menjadi tujuan dari lemhanas, agar masalah kesejahteraan dan jati diri. Sehingga jangan terkecoh dengan sekolah internasional yang dianggap baik, justru kita harus menggali potensi yang ada dan bersumber dari jati diri bangsa kita,” tegasnya.
    
Di bidang sumber daya energy, dia menjelaskan, perencanaan jangka panjang harus diperhatikan. Terutama kegiatan yang dilakukan hendaknya tidak terlalu eksploitatif. “Perencanaan jangka panjang jangan terlalu eksploitatif terhadap kekayaan sumber daya energy, khususnya yang non renuable,” imbuhnya.

“Misalnya batu bara, kalau kita tak terlalu eksploitatif, maka dalam batu bara itu ada kandungan gas metan. Bagaimana kita mempersiapkan agar metannya bisa diambil tanpa eksploitatif batu bara tidak berlebihan,” tambahnya.

“Contoh lain terkait mineral, misalnya dulu nikel diekspor secara mentah. Sekarang akan buat smelter, misalnya pada smelter ini membutuhkan energy. Padahal di daerah Jambi ini banyak sekali sumber yang renuable dan yang non renuable. Yang renuable, dari panas bumi, harus mulai dikembangkan dari Jambi sendiri untuk mengeksplor kekuatan yang renuable. Namun yang non renuable harus hati-hati,” jelasnya.

Sementara, soal tingginya konflik lahan di Jambi, Gubernur Lemhanas menyarankan, semua kepala daerah untuk mempelajari RTRW setiap daerah. “Saya kira tata ruang, mengenai tata ruang. Harus ditanyakan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota yang megetahui kawasan strategis mengenai tata ruang,” sebutnya.

“Misalnya begini, di Muaro Jambi ka nada daerah yang harus dilindungi, itu kawasan strategis nasional. Masalah tata ruang harus diikuti dengan baik. Kalau ada konflik harus diselesaikan dengan dialog dan saya yakin Jambi punya potensi yang luar biasa,” jelasnya.

Sementara itu, Hasan Basri Agus, Gubernur Jambi menjelaskan, dialog lemhanas ini di diikuti tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama. “Kegiatan ini sangat penting artinya, terutama dalam meningkatkan wawasan kebangsaan, terutama yang kaitannya dengan budaya lokal yang masih besar di Jambi,” ungkapnya.

Dikatakannya, Gubernur Lemhanas memberikan apresiasi terhadap kondisi Jambi. “Saya ceritakan kepada beliau bahwa di Jambi peran lembaga adat masih besar. Dalam hal tertentu lembaga adat ikut juga menyelesaikan masalah yang terjadi,” sebutnya.

“Misalnya ada kasus sengketa tanah dan budaya lokal dan kearifan lokal ikut berperan. Lalu ada perkelahian antar suku yang pernah terjadi saat saya menjadi Sekda. Ada suku di Angso Duo antara orang Palembang dan Seberang. Namun bisa diselesaikan secara adat,” tambahnya.



Sumber : Jambi Ekspres

Berita Terkait



add images