iklan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengeluarkan warning keras kepada‎ seluruh kepala daerah tingkat II, yakni para Bupati di Provinsi Jambi. Pasalnya, belum ada satupun kepala daerah yang mencabut izin IUP tambang bermasalah.

Padahal, ada ratusan IUP tambang di Provinsi Jambi yang bermasalah. Seperti 15 IUP tambang yang beroperasi di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung. KPK sudah merekomendasikan untuk dicabut. Johan Budi SP, juru bicara KPK mengatakan, dari kegiatan Korsup Minerba di 12 Provinsi, Jambi termasuk terbesar kedua temuan izin bermasalah setelah Kalsel. Namun sialnya, tak ada satupun IUP yang dicabut.

Menurutnya, baru beberapa saja yang sudah melaksanakan rekomendasi KPK. "Beberapa Kepala daerah telah mencabut IUP. 35 IUP oleh Bupati Morowali (target Mei 2014 akan dicabut lagi 50 IU), 4 IUP oleh Bupati Lahat, 10 IUP oleh Bupati Malinau, 20 IUP oleh Bupati Kutai Kertanegara, 2 IUP di Hutan Konservasi oleh Bupati Musi Rawas," jelas Johan Budi dalam rilisnya, Selasa (27/5).

Ia mengatakan, implementasi pengawasan produksi pertambangan adalah dilaksanakannya kewajiban pelaporan. Baik oleh pelaku usaha dan pemerintah daerah, pelaksanaan good mining practices, dan hilangnya praktek pertambangan ilegal.  Tapi, faktanya pelanggaran terhadap undang-undang masih terus berjalan. "‎Di Jambi masih kita temukan ekspor secara ilegal‎," katanya.

Selain itu, ia menegaskan ‎rata-rata perusahaan kurang bayar PNBP adalah 72,89%. Dari 8 provinsi yang sudah dikorupkan jumlah kurang bayar PNBP 2011 – 2013 adalah 331 miliar rupiah dan USD 546 juta (5,4 triliun rupiah).

"Potensi kerugian keuangan negara dari sektor minerba adalah: 35, 6 triliun rupiah dan USD 1,79 juta (17,9 triliun rupiah) yang terdiri dari Piutang PNBP 2011 – 2013: 331 miliar rupiah dan USD 546 juta (5,4 triliun rupiah)," jelasnya.

Ia mengatakan potensi penerimaan pajak yang hilang akibat perbedaan data produksi KEM ESD dan BPS : Rp. 28,5 triliun. Potensi kerugian Negara berdasarkan verifikasi data ekspor mineral tahun 2010 - 2012 dari 198 perusahaan tambang mineral: USD 1,2 juta (12 triliun rupiah).
--batas--
Potensi kerugian Negara berdasarkan verifikasi data ekspor mineral tahun 2011 dari 180 perusahaan tambang mineral: USD 246 ribu  (24,6 miliar rupiah). Potensi royalty yang tidak dibayarkan perusahaan batubara dan mineral adalah Rp. 6,7 triliun rupiah.

"Resistensi dan pengabaian pemerintah daerah terhadap sebagian kebijakan pusat. Koordinasi pemerintah pusat-daerah belum berjalan baik. Ketiadaan pelibatan kampus (akademisi), CSO dan masyarakat‎," bebernya.

Sementara, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus  (HBA) menegaskan kepada para Bupati untuk segera mengevaluasi kembali  izin perusahan batubara. Dan bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap pemerintah sebaiknya izinnya diputuskan saja. “Bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya sebaiknya izinnya dicabut saja,” tegas HBA.

Dijelaskan HBA, ini merupakan tindak lanjut rapat yang disepakati dengan Dirjen Minerba dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral  Vaul Lubis beberapa waktu dimana ada beberapa perusahan yang ada permasalahan teknis. Diantaranya masa berlakunya yang sudah habis dan permasalahan hukum. “Perusahan ini diberi waktu selam 6 bulan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada,” katanya.

Dikatakan HBA, ada beberapa perusahan yang direkomendasikan dari pihak Kementerian ESDM yang harus dibenahi atau masa berlakunya sudah habis, banyak perusahan yang melanggar aturan yang sudah disepakati hendaknya izinnya dicabut saja. ”Bagi perusahan batubara yang tidak mau mengikuti aturan yang sudah disepakati hendaknya izinnya dicabut saja,” tegasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images