iklan
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) perluasan Bandara Sultan Thaha Syaifuddin (STS) Jambi atas nama PT Angkasa Pura II (Persero) ternyata belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Ini diketahui berdasarkan salinan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sengeti, Kabupaten Muarojambi atas perkara gugatan dengan nomor putusan 02/Pdt.G/2013/PN.SGT tertanggal 4 Juni 2013 lalu.

Dalam putusan tertanggal 4 Juni 2013, majelis hakim PN Sengeti yang diketuai oleh Firman Khadafi Tjindarbumi, SH itu menyatakan, menolak eksepsi tergugat I dan II. Majelis hakim juga mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan tergugat I, II dan III telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyatakan penggugat adalah pemilik sah atas objek yang disengketakan yakni berupa tanah seluas 7.404 meter persegi berdasarkan surat pernyataan fisik bidang tanah pada tanggal 2 November 2009.

Selanjutnya, majelis hakim juga memutuskan, bahwa HGB nomor 01 tahun 2012 di Desa Kebon IX dengan luas 51.986 meter persegi atas nama PT Angkasa Pura II tidak memiliki kekuatan hukum. Menghukum tergugat I, II dan III untuk segera membayar ganti rugi materiil atas lahan seluas 7.404 meter persegi sesuai putusan tim sembilan yakni dengan nilai Rp110 ribu permeternya atau total Rp814.440.000.

Kemudian menghukum tergugat I,II dan III untuk tunduk dan menjalankan putusan itu, membebankan biaya perkara senilai Rp.996.000 secara tanggung renteng kepada tergugat I,II dan III.

Oesni Tomy didampingi penasehat hukumnya, Taufik, SH mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan adanya pengembangan Bandara STS Jambi. Hanya saja upaya pembebasan lahan yang mencaplok tanah miliknya tidak diberikan ganti rugi sebagaimana ketentuan yang telah diputuskan oleh panitia pengadaan tanah Pemkab Muarojambi atau Tim Sembilan.

Disebutnya juga, bahwa sampai saat ini ganti rugi juga belum dilaksanakan. Bahkan tergugat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jambi dengan dasar sertifikat yang sebelumnya dikeluarkan BPN tahun 2011 lalu, yang mana luas lahan kawasan perluasan bandara berbeda dengan luas lahan awal atas putusan tim sembilan yakni dari 51.775 meter persegi menjadi 51.986 meter persegi.

"Didalam kawasan itu memang ada sungai alam yang diindikasi juga dibuatkan sertifikatnya. Namun yang jelas, kami hanya ingin ganti rugi seperti yang diputuskan oleh tim sembilan dengan nilai permeter Rp 110 ribu diberikan sebagaimana mestinya. Karena kami memiliki surat surat yang jelas atas tanah kami," ujar Oesny kepada sejumlah wartawan belum lama ini.

Penasihat hukum Oesny, Taufik mengatakan, pihaknya pada tanggal 12 Juni 2010 telah melayangkan surat kepada BPN Muarojambi agar tidak mengeluarkan segala macam bentuk surat hak kepada PT Angkasa Pura atas lahan yang diklaim milik kliennya itu, namun ternyata sertifikat tetap dikeluarkan oleh BPN Muarojambi pada Januari 2012.

"Hal ini tentunya merupakan upaya melawan hukum, makanya kami ajukan gugatan pada waktu itu," katanya.

Dihubungi terpisah, General Manager PT Angkasa Pura II, Dorman Manalu, menyatakan akan segera menjelaskan terkait adanya komplain dan gugatan dari warga yang belum mendapat ganti rugi serta kejelasan status sertifikat HGB lahan bandar udara STS Jambi.

"Kebetulan saya sedang berada di Jakarta. Saya akan coba cek lagi supaya bisa lebih jelas. Senin akan jelaskan ya," katanya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait