Orang miskin dilarang sakit. Begitulah kalimat yang sering kita dengar dari mereka yang kurang mampu, namun membutuhkan layanan kesehatan yang tak didapatkannya secara layak. Hal ini juga dialami Nurul Huda, korban kebakaran yang akhirnya meninggal dunia.
SAAT ini, memasuki hari ketiga sejak meninggalnya Nurul Huda, gadis kecil bisu dan tuli berumur 8 tahun yang terkena luka bakar disekujur tubuhnya.
Para keluarga masih diliputi rasa duka, acara tahlilan masih dilakukan di rumah orang tua Nurul yang terletak di Desa Muara Kumpe Kecamatan Kumpe Ulu, Kabupaten Muaro Jambi. Nurul dimakamkan Senin (11/11) tepat satu minggu setelah insiden kebakaran yang menimpanya.
Putri kedua pasangan suami istri Rusliani (30) dan sayuti (33) meninggal diruang perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher (RSUD RM) Jambi, Minggu sore empat hari lalu, setelah sebelumnya menjalani perawatan selama satu minggu.
Kasus Nurul meninggalkan cerita tersendiri di tengah keluarganya. Asnawi Alamansyah, paman korban menjelaskan, keponankannya tersebut terbakar setelah minyak tanah yang disinyalir oplosan. Bahkan, sempat terdengar suara ledakan saat di bakar Nurul dan adiknya Rizky (5) yang tengah bermain masak-masakan.
Cerita pilu keluarga Nurul dimulai saat mereka menjalani perawatan medis. Pada awalnya, Nurul dibawa ke rumah sakit DKT selama dua hari, namun karena tidak ada biaya. Nurul akhirnya dipindahkan ke Rumah sakit Raden Mataher Jambi. “Disitulah kami merasakan bahwa biaya kesehatan itu terlalu mahal bagi masyrakat lemah,” ungkap Asnawi.
Setelah dipindah ke RSUD Raden Mataher, Nurul tidak diletakkan di ruang ICU seperti yang dilakukan oleh dokter saat di RS DKT. “Di RSUD, Nurul selama dua hari diletakkan di ruang Bedah. Dan selama dua hari, tidak ada dokter yang mengunjunginya,” ungkap Asnawi.
Saat itu, diceritakan Asnawi, pihak keluarga mendesak pihak rumah sakit untuk meletakkan Nurul di ruang ICU. Namun hal itu ditolak dengan alasan ruang ICU penuh. “Kami minta diruang ICU, karena keponakan saya itu sudah kritis, tapi pihak rumah sakit mengatakan ICU penuh,” terangnya.
Selanjutnya, tidak beberapa lama, setelah pemberitaan di media terkait insiden Nurul terbit, ada pemberitahuan bahwa Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) akan menjenguk Nurul di RSUD.
“Hanya berjarak lima menit dari penjelasan perawat yang mengatakan ruang ICU penuh, saat ada berita Gubernur mau berkunjung, perawat langsung memindahkan Nurul ke ruang ICU. Dan lucunya, di ruang ICU itu masih ada tiga tempat tidur yang kosong. Kami pun melihatnya dengan penuh keheranan,” terang Asnawi.
Beberapa kepala daerah akhirnya datang menjenguk Nurul yang saat itu masih hidup. Lalu, dilanjutkan Asnawi, saat hari Minggu malam, tiba tiba ada perawat yang memberitahukan kepada kami bahwa Nurul telah meninggal dunia. Padahal, dari pagi, tidak ada satupun perawat yang memberitahukan bahwa kondisi Nurul sudah kritis.
“Dia dirawat di ruang ICU, keluarga tidak bisa keluar masuk. Tapi saat dia kritis, mengapa tidak ada yang memberitahukan kepada keluarga, para perawat memberitahukan setelah Nurul meninggal,” sebut Asnawi.
Keluarga pun masih belum menyangka putri kesangannya tersebut telah pergi selama-lamanya, Setelah Nurul wafat keluarga besar langsung membawa pulang kerumahnya untuk dikebumikan.
Penulis : WAWAN NOVIANTO/Jambi Ekspres