iklan Jenazah korban Lion Air JT 610 diangkut tim SAR dengan boat di perairan Karawang. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Jenazah korban Lion Air JT 610 diangkut tim SAR dengan boat di perairan Karawang. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAMBIUPDATE.CO, - Pencarian korban kecelakaan Lion Air JT 610 mulai bergeser ke dasar laut. Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi menjelaskan, operasi gabungan Basarnas, Polri, dan TNI telah mengevakuasi serpihan dan bagian tubuh korban yang berada di permukaan perairan Karawang.

"Artinya, tinggal fokus yang berada di dalam laut," terangnya kemarin (30/10).

Dia menjelaskan, penyisiran di dalam laut menggunakan dua cara. Pertama, scanning dengan alat multibeam echosounder. Selain itu, tim penyelam diterjunkan. "Kami tetap butuh orang di bawah," tuturnya.Hingga saat ini proses scanning masih dilakukan. Target utamanya menemukan bodi utama pesawat. Titik koordinat jatuhnya pesawat memang telah diketahui. Namun, bodi utama pesawat belum terdeteksi.

Hingga kemarin belum banyak korban yang ditemukan. Dia menduga, mayoritas jenazah terperangkap di dalam bodi utama pesawat. Apakah Basarnas sudah memprediksi lokasi bodi utama pesawat? Dia menuturkan, arus laut mengarah ke selatan dan barat daya. Hal itulah yang menjadi alasan Basarnas membuka posko di Tanjung Karawang. "Harapannya, selain petugas, nelayan-nelayan bisa melapor kalau menemukan sesuatu. Kalau lapornya di Tanjung Priok, terlalu jauh," ujarnya.

Sesuai undang-undang, pencarian korban kecelakaan pesawat bisa dilakukan selama tujuh hari. Namun, bila ada indikasi bisa ditemukan, waktu pencarian akan ditambah tiga hari. "Setelah sepuluh hari, kami analisis kembali. Yang pasti, kami berupaya keras 24 jam," tegasnya.

Berdasar informasi dari Disaster Victim Indonesia (DVI), setidaknya ada 24 kantong jenazah yang telah dibawa ke RS Polri Kramat Jati hingga pukul 17.00 kemarin. Namun, bukan berarti jumlah tersebut sama dengan jumlah jenazah yang ditemukan.

Kepala RS Polri Kombespol Musyafak menuturkan, kemungkinan jenazah tidak utuh. Ada bagian-bagian tubuh yang cukup banyak sehingga memerlukan tes DNA. "Dari semua itu, perlu dicek satu per satu," jelasnya.

Proses identifikasi memerlukan waktu 4-5 hari. Namun, keluarga korban tetap harus mendatangi RS Polri. "Untuk tes DNA, dibutuhkan sampel dari keluarga inti. Misalnya, orang tua, anak, kakak, atau adik kandung," ujarnya.

Hingga pukul 15.00, dari 182 penumpang yang terdiri atas 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, dan 2 penumpang bayi, masih ada 11 keluarga korban yang belum melapor atau menyerahkan data antemortem.

Sementara itu, KRI Rigel 933 terus melanjutkan pencarian pesawat. Hingga kemarin malam (30/10) proses tersebut masih berjalan. Tim memulai pencarian sekitar pukul 16.00 dua hari lalu. Namun, hasilnya belum memuaskan. "Sementara ini belum terpantau," kata Komandan KRI Rigel 933 Letkol Laut (P) Agus Triyana di sela-sela pencarian kemarin.

Agus mengomando KRI Rigel 933 untuk terus bergerak. Tugas kapal tersebut sangat jelas: menemukan badan pesawat dan black box JT 610. Kapal yang dikomandani Agus itu memang bisa diandalkan melaksanakan tugas tersebut. Peralatan berupa multibeam echosounder dan side-scan sonar pada kapal itu mampu mendeteksi benda di bawah laut dengan ukuran yang sangat kecil sekalipun.

Misalnya, pipa-pipa di antara rig di sekitar lokasi pencarian. "Diameter pipa kurang lebih 30 sentimeter bisa terdeteksi," ungkap Agus. Namun, dia mengakui, mencari potongan besar JT 610 maupun black box pesawat bukan perkara gampang. Apalagi, koordinat jatuh dan tenggelamnya pesawat yang dia terima belum pasti. Pencarian kemarin masih berdasar informasi awal. "Seperti cari jarum dalam tumpukan jerami," tambahnya.

Walau belum berhasil mendeteksi badan pesawat dan black box, bukan berarti pencarian nihil. Dari informasi yang diterima Jawa Pos, serpihan kecil yang diduga bagian pesawat nahas tersebut beberapa kali tampak. Baik bagian luar bodi maupun interior.

Semua data itu akan mereka olah untuk kemudian dilaporkan ke Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI-AL atau Pushidrosal. Rencananya, hasil pengolahan diserahkan hari ini (31/10). Sejalan dengan itu, pencarian terus berlanjut. Bahkan, tidak hanya dalam radius 3 mil dari titik awal, sejak sekitar pukul 09.00 kemarin pencarian diperluas sampai 10 mil.

Untuk mempercepat, Agus menurunkan kapal kecil berjuluk Sounding Vessel. "Kemampuannya sama dengan KRI Rigel," terang perwira menengah TNI-AL itu. Area pencarian memang masih tergolong laut dangkal. Kedalamannya 30-35 meter. Namun, bukan berarti pencarian tanpa kendala. Sebab, badan pesawat maupun black box bisa saja bergeser karena terseret arus.
Upaya pencarian badan pesawat dan black box tersebut dibarengi persiapan dari penyelam Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) Komando Armada I. Tidak kurang dari 25 penyelam berada di atas KRI Rigel 933 sejak hari pertama pencarian. Mereka membawa alat berkemampuan selam sampai kedalaman 80 meter. Baik alat selam open circuit maupun semi closed circuit.

Selain penyelam, Dislambair menyiapkan lifting bag untuk mengangkat badan maupun black box pesawat. Untuk sementara, ada dua lifting bag di atas KRI Rigel. Masing-masing mampu mengangkat beban dengan berat 5 ton. Menurut Thomas, dua lifting bag itu bisa dipakai untuk mengangkat bagian kepala maupun ekor pesawat. Juga bisa mengangkat black box.

Kepala Dislambair Kolonel Laut E. Monang Sitompul yang juga berada di atas KRI Rigel menegaskan, timnya hanya akan mengangkat bagian penting pesawat. Selain ekor, kepala, dan black box, bagian lain yang memungkinkan diangkat adalah kursi-kursi penumpang. Biasanya, di kursi itu masih ada jenazah korban. "Kalau nggak diangkat, sabuk pengaman kami lepas," imbuhnya. Dengan begitu, jenazah terangkat ke permukaan laut.

(idr/syn/agf/c5/c6/oni)


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images