iklan KOPI TAJI: Penggerak kopi Taji, Sertu Heri Purnomo menunjukkan produksi kopi lereng Bromo yang berkualitas ekspor. (Tika Hapsari/JawaPos.com)
KOPI TAJI: Penggerak kopi Taji, Sertu Heri Purnomo menunjukkan produksi kopi lereng Bromo yang berkualitas ekspor. (Tika Hapsari/JawaPos.com)

Perkebunan kopi di Lereng Gunung Bromo kian menggeliat. Di ketinggian 1.200 hingga 1.500 mdpl, kopi coba dikembangkan lagi. Sebelum kini menjadi salah satu andalan ekspor, banyak warga yang sudah meninggalkan kopi. Bagaimana ceritanya?

Dian Ayu Antika Hapsari, Malang

JAMBIUPDATE.CO, - Desa Taji, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, merupakan kawasan dengan suasana hijau dan tenang. Segar, asri dan bikin betah.Menuju ke desa di lereng Gunung Bromo ini memang agak jauh dari pusat Kota Malang. Lama perjalanan sekitar satu jam jika kondisi lalu lintas normal. Jaraknya sekitar 20 kilometer.

Tinggal mengarah ke Pakis, Kabupaten Malang dan mengikuti arah jalan menuju Coban Jahe dan coban-coban di Jabung. Karena lokasi desa ini tidak jauh dari kompleks wisata air terjun itu.

Memang jauh, tapi selama perjalanan akan disuguhi dengan pemandangan yang menyenangkan. Bukit-bukit hijau, gugusan pohon pinus, rumpun bambu dan tanaman jati. Bahkan, tak jarang melihat burung-burung liar berwarna biru atau tupai yang bermain riang. Indah!

Namun harus hati-hati, karena jalannya masih sempit. Tidak bisa kedua mobil berpapasan. Jika ada yang melintas dari arah berlawanan, harus berhenti salah satu. Selain sempit juga berliku-liku dan naik turun.

Desa Taji terletak jauh dari keramaian. Suasananya tenang, sejuk. Bahkan di musim hujan seperti sekarang, kabut tak segan-segan turun.

Di desa ini banyak tempat untuk selfie dengan latar belakang pemandangan bukit dan kebun apel milik warga. Di dekat sana juga ada kafe yang menyediakan kopi arabica atau robusta.

Bukan hanya kondisi alamnya yang istimewa. Potensi di desa ini juga istimewa. Kopi adalah primadona hasil alam di desa ini.  Kopi Taji ini istimewa karena ditanam di ketinggian 1.200 hingga 1.500 mdpl. Dipercaya, cita rasanya lebih nikmat dibandingkan dengan kopi lainnya.

Bahkan, kata penggerak kopi Taji, Sertu Heri Purnomo, produksi kopi di desa ini mencapai 2 ton per hektare untuk green coffee. Menariknya lagi, kopi dari desa ini juga ikut suplai ke salah satu perusahaan kopi ekspor asal Kabupaten Malang.

Tapi sebelum kopi ini dikenal dengan kualitasnya, dulunya lahan-lahan di desa ini banyak yang tidak dimanfaatkan alias menjadi lahan tidur. Kemudian, di tahun 2011, Heri yang merupakan Babinsa desa setempat mencoba kembali membangkitkan.

Niat awalnya bukan untuk menjadi sentra perkebunan kopi. Namun untuk reboisasi. Karena meskipun terletak di dataran tinggi, masih banyak lahan gundul.

Singkat cerita, Heri meminta izin kepada Perhutani untuk kerjasama olah lahan. Lahan milik Perhutani dikelola untuk tujuan reboisasi.

"Kopi dipilih karena dulunya di tempat ini adalah sentra perkebunan kopi lereng Bromo dengan kualitas bagus. Namun lama kelamaan warga mulai meninggalkan penanaman kopi. Diganti sayur atau palawija. Akhirnya perkebunan kopi mati," beber bapak dua anak itu, ditenui di Desa Taji yang berkabut, Rabu (24/1).

Heri yang tidak memiliki basic petani kopi kemudian belajar secara otodidak untuk menanam kopi. Mulai dari pembibitan, penanaman hingga pengolahan. Pendeknya, produksi kopi dari hulu hingga hilir. Dia belajar dari buku atau langsung ke petani kopi di tempat lain. Bahkan bergabung di komunitas kopi.

Ternyata hasil penanaman kopi bagus. Dia lantas mengajak warga lainnya untuk bertanam kopi. Awalnya hanya segelintir yang bergabung dengannya dan mengganti bertanam kopi, dari sebelumnya sayur atau palawija.

Kini, setelah hampir delapan tahun berjalan, sudah ada tiga kelompok tani kopi. Dengan anggota 43 kepala keluarga per kelompok. "Alhamdulillah, bisa membantu pemberdayaan masyarakat," katanya sembari menyeruput kopi racikannya, ditemani dengan tahu asin.

Editor : Sari Hardiyanto

Reporter : Dian Ayu Antika Hapsari

 


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images