Akan tetapi, aparat tetap dibekali dengan perlengkapan perlindungan. Seperti tameng dan pentungan. Karena perlengkapan ini termasuk dalam standar pengamanan sebuah unjuk rasa.
“Kita (polisi) juga manusia. Tidak sedikit yang luka parah bahkan gugur dalam pelaksanaan tugas mengamankan dan melayani demonstrasi,” pungkas Iqbal.
Sebelumnya, kerusuhan bermula sekitar pukul 11.00 WITA ketika elemen mahasiswa di Kendari yang berjumlah 2.000 orang menggelar unjuk rasa. Demonstrasi ini awalnya berjalan damai. Bahkan orasi mereka sempat ditanggapi oleh Ketua DPRD.
“Setelah ada tanggapan dari ketua DPRD, tiba-tiba terjadi pelemparan batu kearah petugas dan anggota dewan,” ujar Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara Harry Golden Hart kepada JawaPos.com, Sabtu (26/9).
Akibatnya, pasukan pengamanan langsung melakukan aksi pembubaran dan mendorong masa menjauh dari gedung DPRD guna mencegah kerusuhan meluas. Sekitar pukul 16.00, aparat mendapat informasi ada korban dari pihak pendemo sebanyak lima orang.
Rincian lima korban tersebut adalah Randi, mahasiswa fakultas teknik Universitas Halu Oleo yang tewas dengan luka tembak, Yusuf, 19, kritis dengan luka parah di kepala dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia, serta 3 orang yang mengalami luka ringan dan sesak nafas.
Kerugian juga timbul dari aspek materil. Diantaranya rusaknya gedung DPRD karena lemparan batu, pos lantas terbakar, dan sejumlah kendaraan dibakar. (jp)
Sumber: FAJAR.CO.ID