iklan Ketua Pansus, Bambang Wuryoko di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (27/9).
Ketua Pansus, Bambang Wuryoko di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (27/9). (CNN)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) batal dilanjutkan ke proses pembahasan. Ini terjadi karena Presiden tidak mengutus orang untuk mewakilinya. Akibatnya, RUU KKS harus diajukan kembali lewat Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode mendatang sebelum bisa dibahas lagi.

“Rapat batal digelar. Karena presiden menginstruksikan tidak ada pembahasan UU lagi di DPR. Jadi menteri tidak ada yang hadir. Konsekuensinya RUU ini di-drop. Tidak bisa di-carry over. Harus penataan ulang kembali dan dibentuk Pansus baru,” ujar Ketua Pansus, Bambang Wuryoko di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (27/9).

Menurut Wuryoko, pembahasan RUU tersebut tidak memenuhi mekanisme pembuatan perundang-undangan. Karena tidak dihadiri satu orang pun wakil dari pemerintah setingkat menteri. Sedianya pembahasan RUU KKS akan melaksanakan sejumlah agenda. Antara lain penjelasan Pansus mengenai RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber. Selain itu, pengesahan mekanisme pembahasan dan jadwal acara rapat pansus.

Setelah itu, akan ada pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) tentang RUU Keamanan dan Ketahanan Siber dari pemerintah. Namun semua pembahasan itu batal karena wakil pemerintah tidak hadir. Menteri yang tidak datang meski sudah diundang antara lain: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara – Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Syafruddin.

Konfirmasi ketidakhadiran para menteri dilakukan lewat telepon. “Tiba-tiba kami konfirmasi kok belum hadir. Setelah dikasih tahu, ternyata seluruh menteri tidak bisa hadir karena begini, begini, begini. Karena 30 September adalah penutupan masa sidang, sehingga masa sidang hari ini (kemarin, Red) DPR sudah selesai,” pungkasnya.

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo menarik diri dari pembahasan RUU KKS. Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas sejumlah LSM yang fokus terhadap hak asasi manusia (HAM) mencatat, RUU KKS muncul atas inisiatif DPR pada Juli 2019.

“Kami menolak pengesahan RUU KKS pada periode 20142019. Apabila dipaksa disahkan, kami mendesak Jokowi menarik diri dari pembahasan RUU KKS. Pengesahan RUU ini akan menambah kegaduhan yang tidak perlu,” ujar eneliti senior Imparsial, Anton Aliabbas di Jakarta, Jumat (27/9).

Terpisah, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar khawatir jika pembahasan RUU KKS dipaksakan saat ini. Sebab, jika RUU KKS dipaksa disahkan, justru akan menyandera RUU Perlindungan Data Pribadi. “Padahal, RUU ini seharusnya dibangun secara paralel dengan RUU Perlindungan Data Pribadi sehingga tidak saling mengunci. Kenapa harus paralel RUU KKS dengan Perlindungan Data Pribadi,” kata Wahyudi.

Hal senada juga disampaikan Direktur Indonesia Legal Round Table (ILRL) Erwin Natosmal Oemar. Dia berpendapat salah satu hal terpenting dari pembahasan RUU adalah evaluasi. Antara lain, mengenai persinggungan dengan regulasi lain, struktur, maupun substansi. “RUU ini tidak pernah dievaluasi. Soal struktur, substansi apakah sudah dievaluasi. Saya lihat ada dua delik pidana yang sebenarnya menjadi problem,” papar Erwin.

RUU ini juga dinilai kontradiktif dengan semangat Jokowi melakukan perampingan lembaga. Dalam 5 tahun ini, Jokowi telah melakukan perampingan dengan memotong 25 lembaga. RUU ini, lanjutnya, justru kontradiktif dengan penyederhanaan strutur yang digaungkan Jokowi. Ia mengingatkan DPR periode mendatang dan pemerintah berhati-hati menyikapi pembahasan RUU KKS. Terutama soal evaluasi kelembagaan, substansi, dan regulasi.

(rh/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images