iklan

Pagar besinya praktis habis. Di kanan kiri jalan. Dicopoti. Untuk barikade pendemo. Agar bisa merangsek barisan polisi.

Pintu-pintu masuk stasiun ditutup. Ada bekas pengrusakan. Atau asap hitam.

Toko obat tradisional terkemuka, Dong Ren Tang, tetap buka --tapi wajah depannya juga seperti gudang. Hanya ada satu pintu masuk seperti mau masuk gudang.

Toko kelontong 360 juga seperti itu.

Toko handphone Xiaomi lebih parah lagi. Tapi juga sudah dicover dengan baja.

Demonya sendiri seperti akan berakhir. Sabtu kemarin untuk pertama kali tidak ada demo.

Gerakan itu memang terus mengecil. Demonya pun tinggal di hari Minggu.

Maka Minggu sore kemarin saya kembali ke Nathan Road. Salat asar di masjid tiga lantai itu. Sebelum waktu asar pun pendemo sudah mulai memadati kanan-kiri jalan sekitar masjid. Kian senja kian padat.

Setelah satu jam di tengah demo saya duduk di teras toko yang tutup. Di tangganya. Menulis naskah ini. Di tengah keriuhan suara teriakan demo.

Tong-kai tahu semua kehebohan itu. Begitu keluar pintu penjara ia membuat pernyataan pendek. Tanpa tanya jawab.

Tong-kai minta maaf pada masyarakat Hongkong. Pada orang tuanya. Dan pada keluarga pacarnya.

Mengapa Tong-kai tidak langsung pergi saja ke Taiwan? Seperti saat ia dan pacarnya liburan Valentine dulu?

Hari itu, seusai pesta, Tong-kai membunuh pacarnya. Setelah sang pacar mengaku hamil. Memotong-motongnya dengan pisau yang baru dibeli. Memasukkannya ke kopor yang juga baru diambil dari toko. Membuangnya di sungai Taipei, Taiwan.

Pulang ke Hongkong.

Terbongkar.

Polisi Hongkong tidak punya barang bukti sedikit pun. Hanya memiliki pengakuan Tong-kai.

Satu pengakuan tidak cukup untuk memperkarakannya. Tong-kai tetap ditangkap dan diadili. Tapi bukan karena membunuh. Hanya karena mencuri uang mendiang pacarnya. Lewat ATM yang diambil dari saku mayatnya.

Tapi untuk menyerahkan diri kepada polisi di Taiwan?

Ia harus punya visa.

Kalau sampai Tong-kai mengajukan visa, Taiwan akan sulit. Akankah Taiwan memberi visa? Atau menolak?

Dua-duanya bisa menyulitkan capres incumbent. Yang sangat anti Tiongkok.

Sang pastor kelihatannya tidak mau mempersulit pemerintah Taiwan sekarang.

Maka Tong-kai akan menyerahkan diri setelah Pemilu saja.

Kalau jadi.(Dahlan Iskan)


Berita Terkait