iklan ILUSTRSI INDUSTRI: Karyawan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. memotong pelat baja di pabrik Surabaya.
ILUSTRSI INDUSTRI: Karyawan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk. memotong pelat baja di pabrik Surabaya. (Elan/ Jambiupdate)

”Jadi, ring 1 hanya untuk perdagangan dan jasa. Tapi, dengan catatan, perlu komitmen pemerintah untuk kebaikan, UMK diberlakukan secara konsisten di seluruh Jatim. Jangan sampai nanti UMK di Ngawi relatif kecil, kemudian dinaikkan persentasenya dengan alasan disparitas,” ulasnya.

Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Winyoto Gunawan menambahkan, kenaikan UMK 2020 makin menekan industri alas kaki.

Meski demikian, hingga kini belum ada kabar tentang perusahaan alas kaki di Jatim yang akan pindah. Namun, pada 2019 ada beberapa perusahaan yang memindahkan pabriknya di luar ring 1. Misalnya, dari Pasuruan ke Ngawi, Sidoarjo ke Nganjuk, dan Mojokerto ke Ngawi.

”Industri alas kaki yang pindah ke Jateng kebanyakan dari Jabar. Sebenarnya, industri alas kaki Jatim, terutama PMDN (penanaman modal dalam negeri), masih setia pada pemerintah Jatim. Tapi, kalau nanti kondisinya makin sulit, tidak tertutup kemungkinan mereka lari ke luar Jatim,” tuturnya.

Sementara itu, industri yang memutuskan pindah ke Jateng, lanjut dia, terutama adalah PMA (penanaman modal asing). Sebab, PMA memiliki pertimbangan yang kuat dalam melihat peluang. Selain itu, daya saing industri alas kaki Indonesia di beberapa negara, terutama AS dan Eropa, terus melemah. Sebab, ada penetapan bea masuk 5 persen untuk produk Indonesia. Padahal, produk dari Kamboja, Vietnam, dan Bangladesh tidak dikenai. ”Kalau seperti ini, harga produk Indonesia menjadi mahal,” ujarnya.


Berita Terkait



add images