iklan 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Simulasi pencoblosan Surat Suara Pemilu 2019 yang akan datang, di halaman parkir KPU, Jakarta, (12/3/2019).Komisi Pemilihan Umum (KPU), menjelaskan beberapa surat suara yang terbagi 5(Lima) macam surat suara yaitu calon DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, calon DPR RI dan calon DPD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan lima kotak suara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Simulasi pencoblosan Surat Suara Pemilu 2019 yang akan datang, di halaman parkir KPU, Jakarta, (12/3/2019).Komisi Pemilihan Umum (KPU), menjelaskan beberapa surat suara yang terbagi 5(Lima) macam surat suara yaitu calon DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, calon DPR RI dan calon DPD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan lima kotak suara. (Faisal R Syam / FAJAR INDONESIA NETWORK.)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemilihan umum (Pemilu) serentak tingkat nasional dan lokal sebaiknya dipisah. Jangka waktu penyelenggaraannya tiap 30 bulan.

Guru Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan hal tersebut. Dia menilai pemeisahan tersebut akan lebih baik karena akan mudah untuk melakukan evaluasi.

“Sebaiknya pemilunya itu memisahkan antara pemilu serentak nasional, presiden, DPR, DPD dengan pemilu serentak lokal DPR, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten dan kota,” katanya, di Jakarta, Kamis (5/12).

Pemilu serentak lokal digelar dua setengah tahun atau 30 bulan sesudah pemilu serentak nasional. Sehingga memiliki jeda penyelenggaraan yang lebih baik dalam mengevaluasi setiap gelaran pemilu.

“Dengan demikian setiap dua setengah tahun kita mengevaluasi, menilai kembali hasil pemilu lokal pada saat pemilu nasional, dan sebaliknya, mengevaluasi menilai kembali hasil pemilu supaya pemimpin-pemimpin hasil pemilu lebih akuntabel,” kata dia.


Berita Terkait



add images