iklan Ervina, M.Pd
Ervina, M.Pd

Oleh : Ervina, M.Pd

Pelayanan publik yang adil dan berkualitas merupakan harapan seluruh lapisan masyarakat. Namun sayangnya, dimana- mana masih sering terdengar berita tentang rendahnya kualitas pelayanan publik. Mulai dari pelayanan yang tidak ramah atau kurang menyenangkan, birokrasi yang berbelit- belit, serta adanya pungutan tidak resmi. Hal ini sudah menjadi rahasia umum ditengah masyarakat. Namun sayangnya tidak banyak masyarakat yang mau mengadukan tentang rendahnya kualitas layanan yang mereka terima.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat sehingga tidak termotivasi untuk mengadukan permasalahan ini, antara lain tidak adanya jaminan tindak lanjut pengaduan,tidak adanya respon dari pihak penyelenggara layanan untuk memperbaiki kinerja,serta adanya kekhawatiran dari pelapor bahwa identitasnya akan terbuka dan akan lebih dipersulit lagi untuk pelayanan berikutnya.

Banyak masyarakat yang belum tahu bahwa ada Undang- Undang yang mengatur tentang pelayanan publik yaitu UU Nomor 25 Tahun 2009. Selain itu adanya Ombudsman RI (ORI) dan perwakilannya yang tersebar di 34 Provinsi se Indonesia yang bertugas melakukan mediasi penyelesaian konflik antara penyelenggara pelayanan publik dengan pengguna.Kekurangtahuan masyarakat inilah yang membuat mereka takut untuk mengadu, dan jika masyarakat menerima layanan yang memuaskan, maka hal ini akan dianggap sebagai kebaikan hati penyelenggara. Padahal nyatanya, kepuasan masyarakat dalam mendapatkan layanan merupakan hak dari masyarakat itu sendiri dan sudah diatur di dalam Undang- Undang.

Kekurangtahuan masyarakat akan peraturan pelayanan publik dan alur pengaduannya inilah yang pada akhirnya menyebabkan banyaknya pengaduan yang tidak pada tempatnya, alias ‘kesasar’.Sehingga kini banyak kita temui berbagai pengaduan dan keluhan di media sosial, seperti facebook, instagram, twitter, youtube, dll, yang menyoroti kinerja instansi tertentu yang dianggap tidak profesional.

Ada yang mengeluhkan lambannya layanan, antrian yang panjang dan berjam-jam, wajah pelayan yang tidak bersahabat, bahkan ada yang mengeluarkan kata- kata mutiara nan tak patut dikemukakan di muka umum. Sehingga tak jarang kita mendengar pengadu malah dilaporkan balik oleh instansi penyelenggara layanan dengan tuduhan tindakan tidak menyenangkan. Pada akhirnya pengaduan bukannya menyelesaikan masalah, tetapi malah membuat masalah baru bagi pengadu atau pelapor. Padahal kejadian seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi seandainya masyarakat tahu dan mengerti bahwa ada aturan yang mengatur tentang permasalahan layanan publik.

Pada kenyataannya masih banyak masyarakat dan bahkan penyelenggara layanan yang belum memahami makna dari ‘pengaduan masyarakat’. Umumnya kata ‘pengaduan’ memiliki konotasi yang negatif, seolah penyelenggara tidak melaksanakan tugasnya secara profesional dan memuaskan. Padahal jika mengacu pada peraturan Perundang-undangan, istilah pengaduan dalam pelayanan publik merupakan kata atau tindakan yang bersifat positif dan membangun.

Pada Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan, dalam Pasal 1 angka 8 dijelaskan bahwa Pengaduan adalah penyampaian keluhan yang disampaikan pengadu kepada pengelola pengaduan pelayanan publik atas pelayanan pelaksana yang tidak sesuai dengan standar pelayanan, atau pengabaian kewajiban dan/ atau pelanggaran larangan oleh penyelenggara.

Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa pengaduan pelayanan publik yang disampaikan masyarakat merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan publik dalam rangka menjaga kinerja layanan sekaligus menjamin kepuasan masyarakat terhadap layanan itu sendiri. Selain itu, Pengaduan masyarakat juga dapat berguna bagi pimpinan dalam organisasi penyelenggara pelayanan publik untuk mengevaluasikinerja bawahannya dalam pelaksanakan standar pelayanan publik.


Berita Terkait



add images