Oleh: Dahlan Iskan
Mata SBY kembali sembab. Pidatonya pun terhenti. Harus menghela nafas dulu sebentar. Sebelum meneruskannya.
Itu terjadi Sabtu kemarin. Di acara besar pemancangan pembangunan Museum dan Galeri Seni SBY-Ani. Di Kota Pacitan.
Saat itu adzan dzuhur berkumandang dari masjid terdekat. Pak SBY menjadi ingat: saat istrinya dimakamkan 1 Juni tahun lalu. ”Saat itu juga terdengar adzan dari masjid dekat makam seperti sekarang ini,” ucapnya setelah bisa memulai kembali pidatonya.
Yang hadir pun ikut sembab. Ruangan tenda penuh manusia itu ikut hening. Begitu banyak tokoh zaman SBY hadir. Termasuk mantan Wapres Budiono, mantan Menko Chairul Tanjung dan Hatta Rajasa. Banyak juga mantan menteri dan wakil menteri. Gubernur dan mantan Gubernur Jatim.
Rancangan museum itu sangat megah. Luas lahannya 1,5 hektare. Bentuk bangunannya mirip Gedung Putih di Washington DC.
Di dalam museum itu nanti disajikan perjalanan SBY. Sejak lahir di Termas, Pacitan, sampai mengakhiri masa jabatan presiden periode kedua.
Akan ada satu section khusus untuk warisan Ibu Ani, sang first lady. Mulai dari koleksi benda seninyi sampai pengabdiannyi.
Sejak lama Pak SBY memiliki ide membangun museum seperti itu. Tahun 2015 SBY-Ani sengaja ke Amerika Serikat. Untuk ”belanja” ide. Empat museum presiden dikunjungi: Museum Presiden Truman (di St Louis), Presiden Eisenhower (Kansas), Presiden Clinton (Little Rock), dan Presiden George Bush (Dallas, Texas).
Museum-museum itu berdiri di tempat kelahiran masing-masing presiden.
Pak SBY juga membangunnya di tanah kelahiran.
Museum Presiden Clinton misalnya, di pinggir Kota Little Rock. Itu memang kota terbesar di negara bagian Arkansas. Tapi kota itu kecil sekali. Jauh sekali –dari mana-mana. Juga sepi sekali. Praktis museum Presiden Clinton adalah obyek terpenting di negara bagian itu.
Arkansas adalah Pacitannya Amerika.
Museum Clinton itu hebat sekali. Di pinggir sungai. Dibanding lingkungannya museum itu sangat mencolok megahnya. Saya berkunjung ke museum ini dua tahun lalu. Hebat sekali.
Dalam hati saya juga berpikir: bagaimana seorang yang lahir di kota kecil yang di pelosok terpencil Arkansas ini bisa menjadi presiden Amerika. Dua periode pula.
Pun SBY dan Pacitannya. Saya bayangkan museum Presiden SBY di Pacitan nanti juga menjadi bangunan termegah di sana. Yang akan lebih terasa kemegahannya di tengah situasi kota Pacitan nan kecil dan miskin.
Saya juga pernah ke museum Presiden Eisenhower di Kansas itu. Yang tidak begitu jauh dari tempat pendidikan militer Pak SBY di Amerika.
Museum Presiden Andrew Jackson juga di pinggiran Kota Nashville. Nashville adalah ”ibu kotanya” musik country. Saya pernah ke museum itu tiga tahun lalu. Yang luasnya hampir 300 hektare.
Lokasi itu dulunya kebun kapas milik sang presiden. Ia punya budak yang jumlahnya sekitar 300 orang juga. Yang semua tinggal di kebun itu. Itulah budak yang dibeli di zaman perbudakan dulu.
Masih satu lagi museum Presiden Amerika yang saya kunjungi: Presiden Abraham Lincoln. Yang mati ditembak di gedung teater itu. Lokasi museumnya juga di pedalaman. Tepatnya di Springfield, Illinois, tapi saya ke sana dari arah St Louis.
Museum Presiden SBY lokasinya juga di pinggir kota nun di Pacitan. Kanan kirinya masih sawah. Juga belakang dan depannya. Namun sudah ada jaringan jalan aspal yang lebar di tempat itu. Itulah sawah yang tidak akan panjang lagi umurnya –ditelan perluasan kota.