iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

 

Melihat potensi zakat dan wakaf yang fantastis, sambungnya, sudah menjadi jawaban bahwa ekonomi berjamah bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih mandiri ketimbang memohon bantuan asing.

“Jadi ngapain kita ngutang ke luar negeri, tapi sebenarnya kita mampu berdikari (lewat zakat dan wakaf),” ujar pria yang juga menjabat Presiden Direktur Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) tersebut.

Secara pengalaman, Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) sudah terbukti menggunakan dana wakaf uang untuk meningkatkan hajat dan martabat anggotanya. Namun sebelum itu pihaknya perlu melakukan peningkatan kompetensi karyawannya lewat pelatihan dan edukasi wakaf.

“Pelatihannya ratusan juta, dan itu tidak menggunakan dana wakaf, infaq dan shadaqah. Mereka yang sudah mendapat pelatihan kita sebut agen-agen wakaf dan tidak digaji. Gajinya hanya keberkahan, Insya Allah,” terang pria kelahiran Mandailing Natal, 45 tahun silam itu.

Bagi anggota, Kopsyah BMI juga mengajak 250 ribu anggotanya untuk berwakaf dengan cara mencicil. Bukan hanya membayar, anggota pun mendapat kartu pengawasan wakaf dan juga sertifikat. Kopsyah BMI pun menargetkan cicilan dana wakaf untuk membeli 100 hektar untuk anggota yang berprofesi sebagai petani.

“Alhamdulilah, kita sudah membeli 20 hektar dan rencananya 10-15 hektar dari lahan itu menjadi wakaf sawah, sisa lahannya untuk rumah sakit gratis, sekolah, masjid dan rumah tahfidz dan ini gratis. Sementara pengelolaannya sendiri berasal dari keuntungan dan manfaat uang wakaf itu,” paparnya.

Secara teknis, sambung Kamaruddin, penghimpunan dana wakaf diambil dari anggota baik secara langsung dan dicicil lewat imbauan. Setiap anggotanya diajak untuk berwakaf hingga Rp1 juta dan dicicil Rp2.000 setiap minggunya selama 8 tahun. Anggota yang sudah mencapai wakaf minimal Rp1 juta akan diberikan sertifikat. Berwakafnya dilakukan secara ikhlas dan prosesnya tidak terasa namun hasilnya terasa.

“Pada waktu kami mengimbau anggota berwakaf Rp10 ribu perminggu, hasilnya mencapai Rp300 juta-Rp400 juta. Akan tetapi saat kami merubah cicilannya menjadi Rp2.000, terkumpul dua kali lipatnya. Perolehan wakafnya meningkat menjadi Rp600 juta-Rp700 juta per minggu. Ini merupakan hasil gotong royong 250 ribu anggota kami,” paparnya.


Berita Terkait



add images