iklan Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020).
Menteri Sosial Juliari P Batubara usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). ( (Dery Ridwansah/ JawaPos.com))

“Namun, terkait hukuman tentu Majelis Hakim lah yang akan memutuskan,” katanya.

Terkait hukuman, Ali berpedapat KPK sebagai bagian dari aparat penegak hukum tidak hanya menghukum secara fisik, namun juga melakukan pemulihan aset kerugian dari uang negara yang dikorupsi.

“Dalam penghukuman pelaku korupsi, kebijakan KPK saat ini tidak hanya menghukum pidana badan berupa penjara sebagai efek jera, namun juga memaksimalkan pemulihan hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery melalui tuntutan denda, uang pengganti maupun perampasan aset lainnya,” jelasnya.

Sementara Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem di DPR, Willy Aditya, menilai perampasan aset pelaku pidana lebih tepat ketimbang hukuman mati. Karenanya diperlukan produk hukum untuk memperkuat aturan perampasan aset tersebut.

“Perampasan harta hasil pidana ini jauh lebih penting dan berkeadilan ketimbang mengonstruksi hukuman mati,” ucapnya.

Dikatakannya, perlu ada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Pidana untuk mendukung hukuman tersebut. Dia menilai, produk hukum tersebut bakal berdampak positif menekan angka kejahatan.

“Saya melihat RUU Perampasan Aset Pidana ini akan menjadi alternatif terobosan untuk menekan angka kejahatan yang berkenaan dengan tujuan memperkaya diri, kerabat, dan institusi,” ujar Willy.

Wakil Ketua Badan Legislasi itu menilai RUU Perampasan Aset Pidana dibutuhkan negara untuk menarik kembali aset hasil kejahatan. Sehingga, rasa keadilan di publik juga terwujud.


Berita Terkait



add images