Oleh: Dahlan Iskan
CHIN CHIN benar-benar wanita move on. Persis seperti judul tulisan saya. Yang sebanyak 50 seri itu. Yang dimuat secara bersambung di Harian Disway edisi cetak di Surabaya akhir tahun lalu.
Chin Chin sudah mengakhiri pertengkaran dengan suaminyi yang panjaaaaaaang sekali itu. Yang kalau disinetronkan pasti menarik. Ada cinta. Ada harta. Ada perkara.
Chin Chin akhirnya bercerai dengan suami: Gunawan Angkawidjaja. Yang biasa dipanggil Hao Ming. Cerai itu, di luar dugaan, bisa terjadi secara damai.
Sebetulnya itu pula yang diinginkan Chin Chin sejak awal. Tidak usah heboh. Cerai saja baik-baik. Harta dibagi dua. Tiga anak ikut Chin Chin —karena mereka memang ikut marah pada papa mereka.
Tapi, terlalu banyak harta di balik itu. Gunawan tidak mau cerai —alasannya masih cinta— agar harta itu tidak perlu dibagi. Ia seperti menginginkan harta itu. Kalau istrinya bisa masuk penjara, harta itu tidak perlu dibagi.
Maka, Gunawan terus mencari kesalahan Chin Chin. Untuk diperkarakan ke kantor polisi. Gunawan juga terus berusaha bahwa harta itu bukan objek gono-gini. Lewat berbagai cara. Termasuk sampai lewat drama utang modal. Seolah, dulu, Gunawan utang pada ibundanya. Yang gagal bayar. Sehingga ibundanya berhak menyita seluruh harta itu.
Pertengkaran panjang itu akhirnya melelahkan. Saling beperkara di pidana dan perdata. Tidak habis-habisnya. Keluar masuk kantor polisi. Keluar masuk pengadilan.
Ending finalnya terjadi akhir Februari lalu. Cerai. Damai. Selesai. Tuntas. Tutup buku.
Chin Chin-Gunawan cerai dengan jalan damai. Lewat putusan Pengadilan Negeri Surabaya.
Harta pun akhirnya dibagi dua. Gedung Empire Palace di pusat Kota Surabaya untuk Gunawan. Beberapa proyek ruko dan real estat untuk Chin Chin.
Pembagian harta itu sebenarnya sesuai dengan usul Chin Chin sejak awal. Sejak baru memulai pertengkaran. Menurut Chin Chin, itu sudah sangat adil. Tidak harus beperkara.
Empire Palace adalah salah satu ikon baru Surabaya. Letaknya di seberang Hotel JW Marriott. Gedungnya cantik. Besar. Arsitekturnya seperti Eropa abad pertengahan. Itu desain Chin Chin sendiri. Gedungnya pun dibangun sendiri —dipimpin kakak Chin Chin yang lulusan teknik sipil itu.
Ada delapan ballroom di gedung itu. Ditambah hotel kelas butik. Tanahnya masih luas. Yang seandainya mereka tidak bertengkar, akan dijadikan City in the City. Chin Chin sejak awal rela semua itu untuk Gunawan.
Tapi, waktu itu Gunawan menolak. Gunawan pilih beperkara. Di dua front: pidana dan perdata. Chin Chin dilaporkan ke polisi. Sampai ditahan. Lalu, dijadikan terdakwa di pengadilan.
Chin Chin bebas.
Chin Chin diadukan lagi ke polisi. Di perkara lain: menggelapkan uang perusahaan. Lalu, perkara lain lagi. Dan lain lagi. Rasanya Chin Chin diadukan secara pidana di enam perkara.
Chin Chin juga digugat di banyak perkara perdata. Seru sekali.
Chin Chin sendiri ganti memerkarakan Gunawan. Di banyak perkara pidana. Tapi, Gunawan tidak sampai menjalani penahanan. Suatu kali ia sampai lama tinggal di Singapura.
Chin Chin juga menggugat Gunawan di banyak perkara perdata. Termasuk menggugat cerai. Lalu, menggugat lagi gono-gini. Masih menggugat lagi yang lain lagi.
Pokoknya seru sekali.
Saya tidak tahu semua itu. Waktu itu saya masih sibuk menjadi sesuatu di Jakarta. Barulah ketika kembali ke Surabaya, saya kaget. Chin Chin lebih langsing. Tidak seperti dulu, ketika kami berteman. Melihat itu, jari saya pun gatal. Saya harus menulis drama keluarga itu. Awalnya saya kira, tulisan saya itu hanya akan maksimal 10 seri. Ternyata sampai 50 seri.
Semua aspek kehidupan suami istri tersebut dramatik.
Chin Chin —nama di paspornyi Trisulowati— lulus terbaik SMAN I Blitar. Ingin jadi dokter. Dia gagal tes masuk di Unair. Lalu, kuliah di Petra, mengikuti jejak kakak laki-lakinyi.
Chin Chin lulus jadi arsitek. Kakaknyi lebih dulu lulus di teknik sipil.
Sambil kuliah, Chin Chin mengerjakan apa saja: memberikan les privat. Di mata pelajaran apa saja: matematika, biologi, bahasa Inggris, bahkan bahasa Jawa. Justru bahasa Mandarin yang dia tidak bisa.
Setelah lulus jadi arsitek, Chin Chin bekerja di Jakarta. Di Grup Duta. Yang punya real estate di Karawang.
Chin Chin mendesain semua rumah dan ruko di perusahaan itu. Lalu, mengawasi pembangunannya. Juga me-marketing-kannya.
Dua tahun di Jakarta, Chin Chin menguasai urusan real estate. Dari A sampai Z. Dia pekerja keras. Dia tenggelam di situ. Sampai pacarnyi yang di Surabaya meninggalkannyi.
Jomblo lagi. Lama.
Ketika terus ditanya soal kawin oleh mamanyi yang di Blitar, Chin Chin akhirnya bertekad ini: dia akan kawin dengan siapa saja yang pertama datang melamarnyi. Siapa pun ia.
Pada saat dia mengucapkan itu, di Surabaya ada peristiwa cinta yang lain. Gunawan akan melangsungkan perkawinan dengan gadis idamannya. Tanggal perkawinan pun sudah ditetapkan. Tempat perkawinannya sudah dipilih: Hotel JW Marriott. Bintang lima. Undangan sudah diedarkan.
Perkawinan itu batal. Mendadak.