iklan Kapal Pertamina Prime Milik PIS (Pertamina)
Kapal Pertamina Prime Milik PIS (Pertamina)

Lalu, lanjut Capt Hakeng, apakah kehadiran MASS tersebut telah sesuai dengan UU pelayaran tersebut? Ia menjelaskan, dalam Bab V Pasal 8 ayat 1 ditegaskan kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.

“Dalam Pasal 8 Ayat 1 UU Pelayaran tersebut jelas dituliskan diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Teknologi MASS ini pastinya bertentangan dengan isi pasal ini,” ungkapnya.

Selain itu juga menurut Capt. Hakeng, penerapan MASS jika terkait pengawakan kapal tidak sesuai dalam Pasal 135 yang tertulis, “Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional,” tegasnya.

Kemudian lanjutnya, dalam Pasal 137 ayat 1 juga disebutkan Nakhoda untuk kapal motor ukuran GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage) atau lebih memiliki wewenang penegakan hukum serta bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, dan ketertiban kapal, pelayar, dan barang muatan.

“Jika tidak ada lagi Nakhoda lalu siapa yang menjadi subyek hukum pasal ini? Bagaimana tugas itu bisa dilaksanakan jika nahkoda tidak ada di kapal? Ini baru membahas keterkaitannya dengan UU Pelayaran, masih banyak aturan lain yang berkaitan langsung dengan pengawakan kapal yang berpotensi ditabrak oleh kehadiran MASS ini,” katanya.

Dan sebagai Pengamat Keamanan dan Keselamatan Maritim, Capt Hakeng juga berpendapat bahwa soal keselamatan dan keamanan pelayaran penting diperhatikan mengingat MASS ini tidak ada awak.

Ditegaskan dia lagi, “Peristiwa pembajakan kapal laut ketika sedang melakukan pelayaran sampai saat ini masih acapkali terjadi. Itupun yang dibajak kapalnya masih ada awak kapalnya. Bagaimana bila tidak ada awak kapalnya? Bagaimana nasib para penumpangnya nanti?,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, sepanjang 2019 hingga 2020 saja telah tercatat terjadi 65 kasus pembajakan kapal di wilayah Indonesia. Belum lagi fakta bahwa saat ini kasus penyelundupan Narkoba 80 persen masih menggunakan transportasi laut.

“Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kapal-kapal yang melintas adalah MASS, maka kapal-kapal speed boat para penyelundup Narkoba yang memiliki kecepatan 3 hingga 4 kali lipat kapal MASS tersebut akan dengan mudah menghampiri dan menempelkan narkoba di lambung kapal tanpa terdeteksi untuk kemudian mengambilnya lagi di pelabuhan tujuan. Pola yang sama bisa juga digunakan juga oleh para Teroris yang sampai saat ini, isu terorisme masih menjadi momok besar dalam kehidupan berbangsa bangsa Indonesia,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi kekhawatiran dia, MASS yang dikendalikan dari jarak jauh melalui operator di daratan secara tidak langsung akan menggusur keberadaan dari nahkoda dan anak buah kapal.

Mengutip data dari Kementerian Perhubungan per tanggal 8 Februari 2021, ada hampir 1,2 juta pelaut Indonesia baik yang bekerja di kapal Niaga maupun kapal Perikanan. Dari jumlah tersebut, ILO (International Labour Organization) mencatat bahwa Indonesia adalah penyuplai pekerja perikanan No. 1 di Dunia.

Selain itu penerimaan negara dari pelaut juga tidak bisa dikatakan sedikit. Tercatat potensi penerimaan negara dari pelaut Indonesia di luar negeri mencapai sekitar Rp 151,2 triliun setahun. Perkiraan perhitungan itu didapat dari rata-rata gaji pelaut Indonesia di luar negeri sebesar USD 750 atau setara Rp 10,5 juta per bulan. Jumlah itu dikalikan jumlah pelaut sebanyak 1,2 juta orang per Februari 2021 dan dikalikan 12 bulan.

“Kehadiran MASS bisa mengakibatkan munculnya masalah terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor kemaritiman. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi bagi Bangsa Indonesia,” pungkasnya. (git/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images