iklan Ratmia Dewi (model) memeragakan sakit tenggorokan di Jakarta, kemarin (22/2).
Ratmia Dewi (model) memeragakan sakit tenggorokan di Jakarta, kemarin (22/2). (Hanung Hambara/Jawa Pos)

Berdasarkan ayat-ayat di atas bahwa Allah tidak mempersulit manusia di dalam menjalankan ajaran Agama. Menelan air liur atau ludah bagi manusia sesuatu yang sulit dihindari (masyaqqah), karena hal ini merupakan suatu yang secara alami terjadi sesuai dengan sunnatullah.

Di samping itu, berdasarkan ayat-ayat di atas, para fuqaha’ (ahli fikih) menetapkan suatu kaidah fikih, yang antara lain dapat dijadikan sebagai dasar juga untuk menetapkan bolehnya menelan air liur bagi orang yang sedang berpuasa, yaitu:

“Kesulitan itu akan menarik suatu kemudahan”.

Kaidah ini mempunyai makna bahwa hukum-hukum Islam didasarkan atas keringanan dan meniadakan kesukaran.

Mengutip NU Online, Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/341) menjelaskan, para ulama sepakat jika menelan air ludah atau air liur tidak membatalkan puasa. Pasalnya air liur sering terbiasa keluar dengan sendirinya dan sulit dihindari.

“Menelan air liur itu tidak membatalkan puasa sesuai kesepakatan para ulama. Hal ini berlaku jika orang yang berpuasa tersebut memang biasa mengeluarkan air liur. Sebab susahnya memproteksi air liur untuk masuk kembali.”

Hanya saja, meski tidak membatalkan puasa, menelan air liur atau ludah ini juga terdapat beberapa faktor khusus. Beberapa faktor tersebut di antaranya.

Air liur yang tertelan saat berpuasa tidak boleh tercampur dengan zat lainnya. Misalnya, air liur tersebut tercampur dengan darah atau zat lainnya. Jika hal tersebut terjadi, maka puasa yang dijalankan akan batal.


Berita Terkait



add images