iklan
“Mereka menginginkan Nakba lagi tapi saya tidak akan pergi. Rafah adalah tujuan ‘akhir’ bagi saya,” ujarnya.

Yang dia maksud adalah “Nakba,” atau “bencana,” ketika banyak warga Palestina melarikan diri atau terpaksa meninggalkan rumah mereka selama perang 1948 yang menyertai berdirinya Israel.

Warga Gaza lainnya juga menyuarakan keprihatinannya.

“Israel kini mendorong kami menuju Rafah dan kemudian mereka akan menyerbu ke sana,” kata seorang pengungsi lainnya yang bernama Zinaib melalui telepon dari Khan Younis.

Toko kelontong di Rafah, seperti di tempat lain di Gaza, kosong. Di pasar, para petani yang masih bisa menggarap lahannya menjual tomat, bawang merah, kubis dan sayuran lainnya.

Di trotoar, anak-anak mengambil makan dari panci besar berisi semolina yang disiapkan oleh sebuah badan amal, sambil mengikis bagian bawahnya dengan mangkuk dan wadah plastik.

Warga Palestina di Jalur Gaza hidup dalam “kengerian yang semakin mendalam,” kata kepala hak asasi manusia PBB pada Rabu, hampir dua bulan setelah dimulainya perang, yang telah menyebabkan sekitar tiga perempat dari 2,4 juta orang di wilayah tersebut mengungsi. 

Militer Israel, yang ingin memusnahkan Hamas setelah kelompok militan tersebut melakukan serangan di Israel selatan pada 7 Oktober, mengatakan bahwa pihaknya telah memberitahu warga sipil terlebih dahulu untuk mengevakuasi daerah di mana mereka berencana untuk beroperasi, melalui pesan telepon, pernyataan online dan selebaran.


Berita Terkait



add images