JAMBIUPDATE.CO, JAMBI – Dugaan malpraktik yang menyebabkan meninggalnya M. Bayu Prasetyo menyeret nama Rumah Sakit Erni Medika ke hadapan publik.
DPRD Kota Jambi menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tertutup pada Kamis (5/6/2025) dengan menghadirkan manajemen rumah sakit tersebut.
Rapat juga dihadiri oleh kuasa hukum keluarga korban dari Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Peduli Bangsa (LBH APB) serta perwakilan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi serta Dinas Kesehatan Kota Jambi.
BACA JUGA: DPW PAN Provinsi Jambi Sembelih 6 Hewan Kurban Pada Idul Adha 2025
Kuasa hukum keluarga korban, Tengku Ardiansyah, menyebut pihaknya telah melaporkan dugaan unsur pidana ke Polda Jambi. Ia juga meminta DPRD melakukan investigasi terhadap rumah sakit agar kejadian serupa tidak kembali terjadi.
“Kami tidak mempermasalahkan apakah rumah sakit tetap beroperasi atau ditutup, tetapi pemerintah harus mengawasi secara ketat agar kasus seperti ini tidak terulang,” kata Tengku.
Sementara itu, Ketua BPRS Jambi, dr R. Deden Sucahyana, mengungkapkan bahwa RS Erni Medika hingga kini belum mengantongi akreditasi. Ia menjelaskan bahwa proses akreditasi masih berlangsung dan mendorong pihak rumah sakit untuk segera menyelesaikannya.
BACA JUGA: Spesialis Curanmor Ditangkap, Sudah Beraksi di 15 TKP di Jambi
“Sejak saya menjabat September 2024, sudah ada dua laporan masuk terkait rumah sakit ini. Kami bersifat pembinaan dan pengawasan. Soal operasional, itu kewenangan Dinas Kesehatan,” tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Jambi, Naim, menyampaikan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pelayanan, tenaga medis, dan legalitas operasional rumah sakit. Ia menegaskan, meski RS mengklaim telah memberikan pelayanan maksimal kepada almarhum, ada banyak aspek yang harus diperbaiki.
“Izin operasional rumah sakit ini akan berakhir pada Juni 2025. Dulu RS ini berstatus klinik dan mendapat kelonggaran saat pandemi. Tapi kini perlu ditinjau ulang secara menyeluruh,” jelas Naim.
Data menunjukkan RS Erni Medika telah berdiri sejak 2015, namun belum pernah menyelesaikan proses akreditasi sebagaimana diwajibkan maksimal dua tahun setelah pendirian. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik terhadap standar pelayanan kesehatan yang diterapkan.
Desakan agar Pemerintah Kota Jambi melalui Dinas Kesehatan mengambil langkah tegas, termasuk opsi penutupan sementara, kini semakin menguat jika syarat minimal pelayanan kesehatan tidak terpenuhi. (hfz)