“Kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran, selama itu berbasis data yang akurat dan ditujukan demi kemajuan daerah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri RI, Dr. Bima Arya Sugiarto, M.A, sebagai pembicara utama dalam seminar tersebut menegaskan, bahwa tantangan terbesar dalam pemerintahan saat ini adalah kemampuan mengambil keputusan secara presisi, namun tetap mengedepankan empati.
Menurutnya, presisi dalam pengambilan kebijakan harus didasarkan pada data yang valid, terstruktur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun di sisi lain, keputusan yang baik juga harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan kepekaan sosial.
“Keputusan publik tidak bisa lagi dibuat hanya berdasarkan intuisi. Ia harus didasarkan pada data yang presisi, namun juga ditafsirkan dengan empati dan rasa,” ujar Bima Arya melalui video tapping yang ditayangkan dalam seminar tersebut
Ia juga menyoroti proses pengumpulan data di berbagai daerah yang masih menjadi tantangan tersendiri. Data tersebar secara acak dan sulit dikonsolidasikan, sehingga memengaruhi kualitas kebijakan yang dihasilkan.
Untuk itu, Ia mendorong para pengambil kebijakan di daerah untuk menjalin kemitraan aktif dengan perguruan tinggi, lembaga riset, dan komunitas akademik.
“Saya selalu mengajak pemerintah daerah untuk bermitra dengan kampus. Perguruan tinggi memiliki kapasitas keilmuan dan metodologi untuk memastikan kebijakan disusun berdasarkan data yang akurat,” jelasnya.
Tak hanya soal akurasi, Bima Arya juga menekankan pentingnya memahami data melalui berbagai pendekatan, termasuk perspektif sosial, budaya, dan antropologis.
“Angka bukan hanya angka. Data perlu ditafsirkan secara kontekstual, dengan mempertimbangkan dimensi sosial kemasyarakatan. Di sinilah peran empati menjadi sangat penting,” tambahnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri juga menyampaikan bahwa saat ini Kemendagri, bersama KomDigi dan KemenPAN-RB, sedang mempercepat transformasi digital melalui sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government), khususnya dalam pelayanan publik.
“Digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal transparansi, efisiensi, dan partisipasi warga. Karena itu, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk insan akademik, untuk bersama-sama memperkuat proses ini,” tegasnya.
Mengakhiri pernyataannya, Bima Arya menyampaikan apresiasi atas diselenggarakannya kegiatan ilmiah ini, dan berharap hasil-hasil diskusi dalam forum tersebut dapat memberi kontribusi konkret bagi peningkatan tata kelola pemerintahan di Indonesia.
Sebelumnya, saat membuka seminar tersebut, Rektor Universitas Jambi, Prof. Dr. Helmi, S.H., M.H, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan yang dinilainya sangat relevan dengan tantangan tata kelola pemerintahan saat ini.
“Kegiatan ini merupakan wujud nyata komitmen kita dalam mendorong penguatan penelitian berbasis data statistik, yang menjadi elemen penting dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,” ungkapnya.
Ia menekankan, bahwa kesiapan teknologi dalam pemerintahan dan pelayanan publik harus berjalan seiring dengan kesiapan sumber daya manusia. Menurutnya, tanpa SDM yang unggul dan adaptif, secanggih apa pun teknologi akan sulit diimplementasikan secara optimal.
