Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi mengakui adanya kelemahan dalam pengawasan pendistribusian gas 3 kg. Hal ini diakui oleh Kepala Biro Ekonomi Pembangunan dan SD Hendrizal kepada harian ini belum lama ini.
Diakuinya, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan beberapa pihak terkait. Seperti, Pertamina, Hiswana Migas dan pihak terkait lainnya untuk menyikapi gas yang langka sekarang.
"Kita tahu pengawasan terhadap pendistribusian gas itu sendiri kurang. Gas yang semestinya diperuntukkan bagi keluarga miskin sering kali distribusinya tak sesuai sasaran dan dijual bebas. Artinya pengawasan tak maksimal sehingga terjadi kelangkaan dan distribusi yang tak sesuai pada masyarakat sasarannya," katanya.
Dikatakannya, hingga saat ini, bisa ditemui banyak sekali tempat-tempat berjualan bakso dan warung besar ada yang menggunakan gas 3 kg. Padahal, katanya, gas itu diperuntukkan bagi masyarakat miskin. "Harusnya mereka menggunakan yang non subsidi. Ini salah pemerintah, agen, hiswana migas, pertamina juga dan pihak keamanan," jelasnya.
Disamping itu, banyaknya masyarakat yang menggunakan gas 3 kg ini juga membuat langkanya gas tersebut di pasaran. Pasalnya, kebutuhan masyarakat tak dibarengi dengan keberadaan tabung yang memadai.
"Dulu yang 3 kg itu kan tak semua mau memakainya, sekarang malah berebutan mau pakai yang 3 kg. Ya jadinya konversi minyak ke gas 3 kg ini tak dibarengi kesiapan tabung sendiri. Dengan konversi minyak tanah ke gas kan harusnya yang dulunya pangkalan minyak tanah ya itu yg jadi pangkalan gas. Tapi nyatanya di lapangan beda," pungkasnya. (sumber: jambi ekspres)
Diakuinya, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan beberapa pihak terkait. Seperti, Pertamina, Hiswana Migas dan pihak terkait lainnya untuk menyikapi gas yang langka sekarang.
"Kita tahu pengawasan terhadap pendistribusian gas itu sendiri kurang. Gas yang semestinya diperuntukkan bagi keluarga miskin sering kali distribusinya tak sesuai sasaran dan dijual bebas. Artinya pengawasan tak maksimal sehingga terjadi kelangkaan dan distribusi yang tak sesuai pada masyarakat sasarannya," katanya.
Dikatakannya, hingga saat ini, bisa ditemui banyak sekali tempat-tempat berjualan bakso dan warung besar ada yang menggunakan gas 3 kg. Padahal, katanya, gas itu diperuntukkan bagi masyarakat miskin. "Harusnya mereka menggunakan yang non subsidi. Ini salah pemerintah, agen, hiswana migas, pertamina juga dan pihak keamanan," jelasnya.
Disamping itu, banyaknya masyarakat yang menggunakan gas 3 kg ini juga membuat langkanya gas tersebut di pasaran. Pasalnya, kebutuhan masyarakat tak dibarengi dengan keberadaan tabung yang memadai.
"Dulu yang 3 kg itu kan tak semua mau memakainya, sekarang malah berebutan mau pakai yang 3 kg. Ya jadinya konversi minyak ke gas 3 kg ini tak dibarengi kesiapan tabung sendiri. Dengan konversi minyak tanah ke gas kan harusnya yang dulunya pangkalan minyak tanah ya itu yg jadi pangkalan gas. Tapi nyatanya di lapangan beda," pungkasnya. (sumber: jambi ekspres)