Sebanyak 17 jenis kosmetik dinyatakan mengandung bahan berbahay dan dilarang beredar. Ini didapat berdasarkan hasil pengawasan yang sudah dilakukan oleh Badan Pengawasasn Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Jambi.
Kepala BPOM Jambi Drs Irwansyah, dalam rilis persnya, menjelaskan, temuan kosmetik yang berbahaya selam 5 tahun terakhir memang mengalami penurunan. Menurutnya, penurunannya dari 1, 49 persen hingga menjadi 0, 74 persen dari jumlah produk yang menjadi sampel. Diterangkannya, pada 2009 lalu, jumlah temuan 1, 49 persen dan turun menjadi 0, 86 persen pada tahun 2010 lalu.
Sementara pada tahun 2011, jumlah temuan mencapai 0, 65 persen dan di tahun 2012 menjadi 0, 54 persen. Lalu, hingga Maret 2013 jumlah temuan kembali naik menjadi 0, 74 persen.
“Bahan berbahaya atau dilarang yang diidentifikasi terkandung dalam kosmetik yaitu penggunaan bahan berbahaya pada pemutih kulit. Tren penjualan kosmetik berbahay ini masuk dalam daftar public warning ini banyak didapatkan melalui media online (internet), klinik kecantikan dan salon,” katanya.
Diterangkannya, selam 5 tahun terakhir, ada 268 kasus kosmetik berbahaya ini diajukan ke pengadilan dengan sanksi putusan pengadilan paling tinggi hukuman penjara selama 2 tahun 1 bulan. “Putusan pengadilan ini belum menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan,” sebutnya.
Dia menghimbau agar masyarakat tidak menggunakan kosmetik berbahaya itu karena dapat menyebabkan risiko bagi kesehatan, bahkan dapat berakibat fatal. “Diharapkan melaporkan kepada BPOM atau pemerintah daerah bila diduga adanya produksi dan peredaran kosmetik secara illegal jeoada unti layanan pengaduan konsumen BPOM dengan nomor 021-4263333 dan 021-32199000 atau email ulpk@pom.go.id dan ulpk-badanpom@yahoo.co.id atau melalui layanan informasi konsumen di balai besar atau balai POM di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (sumber: jambi ekspres)
Kepala BPOM Jambi Drs Irwansyah, dalam rilis persnya, menjelaskan, temuan kosmetik yang berbahaya selam 5 tahun terakhir memang mengalami penurunan. Menurutnya, penurunannya dari 1, 49 persen hingga menjadi 0, 74 persen dari jumlah produk yang menjadi sampel. Diterangkannya, pada 2009 lalu, jumlah temuan 1, 49 persen dan turun menjadi 0, 86 persen pada tahun 2010 lalu.
Sementara pada tahun 2011, jumlah temuan mencapai 0, 65 persen dan di tahun 2012 menjadi 0, 54 persen. Lalu, hingga Maret 2013 jumlah temuan kembali naik menjadi 0, 74 persen.
“Bahan berbahaya atau dilarang yang diidentifikasi terkandung dalam kosmetik yaitu penggunaan bahan berbahaya pada pemutih kulit. Tren penjualan kosmetik berbahay ini masuk dalam daftar public warning ini banyak didapatkan melalui media online (internet), klinik kecantikan dan salon,” katanya.
Diterangkannya, selam 5 tahun terakhir, ada 268 kasus kosmetik berbahaya ini diajukan ke pengadilan dengan sanksi putusan pengadilan paling tinggi hukuman penjara selama 2 tahun 1 bulan. “Putusan pengadilan ini belum menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan,” sebutnya.
Dia menghimbau agar masyarakat tidak menggunakan kosmetik berbahaya itu karena dapat menyebabkan risiko bagi kesehatan, bahkan dapat berakibat fatal. “Diharapkan melaporkan kepada BPOM atau pemerintah daerah bila diduga adanya produksi dan peredaran kosmetik secara illegal jeoada unti layanan pengaduan konsumen BPOM dengan nomor 021-4263333 dan 021-32199000 atau email ulpk@pom.go.id dan ulpk-badanpom@yahoo.co.id atau melalui layanan informasi konsumen di balai besar atau balai POM di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (sumber: jambi ekspres)