iklan Vanessa Angel. Foto : Instagram
Vanessa Angel. Foto : Instagram

JAMBIUPDATE.CO, SURABAYA - Penggerebekan Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim terhadap artis FTV Vanessa Angel benar-benar bikin bergairah. Gairah itu masih terus terasa.

Nominal Rp 80 juta untuk sekali kencan bikin obrolan saat ngopi menjadi semakin menggairahkan.

Gairah kian tinggi ketika media massa terus memberitakan semua perkembangan proses hukum. Saking bergairahnya, pemberitaan tentang penegakan hukum berkembang hingga menyentuh kehidupan keluarga dan masa kecil bintang FTV itu.

Semakin bergairah ketika proses penegakan hukum diwarnai perselisihan Vanessa dengan orang dekatnya.

Di sisi lain, tim penyidik di bawah Kombespol Akhmad Yusef Gunawan juga tak kalah bergairah. Polisi mengungkap keterlibatan banyak artis dalam prostitusi online tersebut.

Dalam pengungkapan kasus serupa sebelumnya, biasanya penyidikan selesai ketika sudah berhasil menangkap mucikari. Tersangkanya sudah jelas, mucikari.

PSK dan penggunanya tidak dijerat. Sebab, belum ada undang-undang yang bisa menyeret mereka ke meja hijau Meski begitu, tetap saja masih muncul sinisme.

Namun, polisi punya gairah luar biasa untuk menjawab sinisme tersebut. Penggalian data digital forensik akhirnya mengantarkan Vanessa sebagai tersangka.

Dia dianggap melanggar pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE karena mentransmisikan informasi elektronik yang bermuatan asusila kepada mucikari.

Temuan itu akhirnya menjawab bahwa PSK pun bisa dipidana. Meski, bukan karena melayani hidung belang.

 

Gairah juga datang dari praktisi hukum. Ada yang memperdebatkan penjeratan pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE. Perdebatan berkutat pada kata mendistribusikan dan mentransmisikan informasi elektronik yang bisa dinikmati publik.

Terlepas dari perdebatan itu, penjelasan pasal 27 ayat 1 UU ITE sudah cukup jelas. Yang dimaksud dengan "mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud "mentransmisikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik. Di sini terlihat bahwa polisi menjerat Vanessa dengan kata mentransmisikan. Sebab, dia mengirimkan informasi elektronik yang bermuatan kesusilaan kepada mucikari.

Gairah semakin membuncah ketika polisi berupaya menjerat penggunanya. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan sempat mengutarakan harapannya. Pengusutan kasus itu bisa menjadi terobosan hukum agar bisa menyeret pengguna. Ahli agama dan pidana diminta mendalami kemungkinan itu.

Muncullah Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Malang Lucky Endrawati menyebut bahwa pasal 12 bisa digunakan. Dalam menjerat pengguna dengan pasal itu, Vanessa diposisikan sebagai korban TPPO.

 

Sekali lagi, penggunaan pasal itu tidak terlepas dari perdebatan. Salah satunya, apakah Vanessa dan teman-temannya bisa dikategorikan sebagai korban TPPO. Sebab, korban dalam undang-undang ini diistilahkan sebagai orang yang mengalami penderitaan psikis, fisik, seksual, ekonomi, dan atau sosial. Pertanyaan simpelnya, apakah Vanessa menderita selama melayani pria hidung belang dengan imbalan Rp 80 juta? Hanya Vanessa yang tahu.

Apa pun perdebatan yang ada, upaya polisi itu setidaknya menunjukkan kegairahan. Jika kelak bisa menjerat pengguna, semoga menjadi instrumen agar penegakan hukum bisa lebih menyeluruh. Sebab, muncul kekhawatiran instrumen itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan di luar penegakan hukum. Apalagi penggunanya bukan kalangan yang ngeman mengeluarkan Rp 80 juta hanya untuk berduaan dengan Vanessa selama beberapa jam. Selamat bergairah... (*)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images