iklan SEMAKIN PARAH: Kabut asap semakin parah di Kota Tarakan mengakibatkan sejumlah penerbangan tertunda, kemarin (14/9).
SEMAKIN PARAH: Kabut asap semakin parah di Kota Tarakan mengakibatkan sejumlah penerbangan tertunda, kemarin (14/9). (Ifransyah/Radar Tarakan/Jawa Pos Group)

”Rasanya perut seperti penuh gitu. Kala sudah mau muntah, saya menepi, langsung muntah saja,” tuturnya.

Sejak asap semakin pekat, beberapa organisasi memang membuka posko kesehatan untuk melayani masyarakat yang mulai mengalami gangguan pernapasan. Sejak asap semakin pekat pada Kamis (12/9), Gubernur Syamsuar mengirimkan surat edaran ke semua pemerintah kota/kabupaten agar menyiagakan puskesmas masing-masing untuk menampung warga.

Menjelang magrib, di Jumat yang sama, saya sudah tiba di Siak Sri Indrapura, ibu kota Kabupaten Siak, yang terpisah jarak hampir 100 kilometer dari Pekanbaru. Kabut asap tampak menggantung tebal.

Dengan jarak pandang tak lebih dari 1 kilometer. Lampu harus terus dihidupkan. Keindahan dermaga Sungai Siak yang terletak di samping kompleks masjid dan makam Sultan Syarif Kasim II juga sudah tak lagi dapat dinikmati.

Tidak ada lagi anak-anak muda yang berjalan di tepian sungai dan taman-taman yang indah itu. Apa yang mau difoto?

Sisi sebelah utara sungai sudah tidak terlihat. Buram saja semua. Bahkan, Jembatan Tengku Agung Sultana Latifah yang terkenal indah dipandang dari kejauhan juga nyaris tak tampak.

Di Kecamatan Bunga Raya, 27 kilometer sebelah utara Siak Sri Indrapura, kabut asap pekat membuat Ucu Sukapto, ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Tuah Indrapura, sesekali terbatuk. Dia baru saja tiba dari balai desa untuk menghadiri panggilan rapat dari kepala desa yang juga menderita batuk.

Namun, menurut Ucu, secara umum aktivitas warga tidak terganggu. Tiap pagi tetap saja melenggang menuju kebun masing-masing untuk menggarap tanah. ”Tapi ya itu, naik sepeda motor dari sini ke kantor camat saja, mata sudah perih, dada juga sesak,” tuturnya.

Yang jelas, desa-desa seperti Tuah sangat dekat dengan lahan-lahan gambut dan perkebunan sawit. Kampung Tapsel di Desa Buantan Besar di utara Tuah dikepung lahan sawit konsesi tiga perusahaan.

Pertengahan Agustus lalu lahan sawit milik PT Teguh Karsa Wana Lestari (TKWL) terbakar hebat. Itu membuat warga yang hanya dibatasi kanal selebar 5 meter semburat dan mengungsi ke desa-desa sekitar. ”Kalau sekarang tinggal asap. Ya batuk-batuk saja,” kata Amei Duha, warga Tuah yang bersama sang istri, Rumiyati Laiya, juga sempat mengungsi ke rumah tetangga di Dam 3.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : */lyn/c10/ttg

 


Berita Terkait



add images