iklan Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin (Dok.JawaPos)
Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin (Dok.JawaPos)

JAMBIUPDATE.CO, Rencana pemotongan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim sebesar 2,5 persen untuk zakat menuai kontroversi. Hal ini membuat Menteri Agama angkat bicara.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa tidak ada istilah kewajiban dalam rencana penerbitan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim.

Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban. Yang ada, pemerintah memfasilitasi, khususnya ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat. Zakat adalah kewajiban agama, terang Lukman melalui keterangna tertulisnya, Kamis (8/2).

Menurut Lukman, meski penduduk di Indonesia mayoritas muslim, Indonesia bukan negara Islam.

Kendati demikian, negara ini dikenal sebagai bangsa yang agamis dan pemerintahnya ikut memfasilitasi pelayanan kebutuhan pengamalan ajaran agama.

Demikian halnya dengan zakat. Yang mewajibkan adalah agama. Pemerintah memfasilitasi umat muslim untuk berzakat. Dalam konteks ini, negara ingin memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya, ujarnya.

Menag menjelaskan, bahwa ada dua prinsip dasar dari rancangan regulasi ini. Pertama, fasilitasi negara sehingga tidak ada kewajiban, apalagi paksaan.

Bagi ASN muslim yang keberatan gaji nya disisipkan sebagai zakat, bisa menyatakan keberatannya. Sebagaimana ASN yang akan disisipkan penghasilannya sebagai zakat, juga harus menyatakan kesediaannya, tutur Lukman.

Jadi ada akad. Tidak serta merta pemerintah memotong atau menghimpun zakatnya, sambungnya.

Prinsip kedua, kebijakan ini hanya berlaku bagi ASN muslim. Sebab, Pemerintah perlu memfasilitasi ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya.

Mereka yang penghasilannya tidak sampai nishab, tidak wajib berzakat. Jadi ada batas minimal penghasilan yang menjadi tolak ukur. Artinya ini juga tidak berlaku bagi seluruh ASN muslim, katanya.

Secara operasional, dana zakat ini nantinya akan dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), yang didirikan oleh ormas Islam dan kalangan profesional lainnya.

"Potensinya sekitar Rp 10 triliun," kata Lukman.

Zakat yang dihimpun nantinya akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat, baik untuk pendidikan, pesantren, madrasah, sekolah, beasiswa, rumah sakit, ekonomi umat, termasuk untuk membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana.

Ini seperti yang selama ini sudah dilakukan BAZNAS dan LAZ, tuturnya.

BAZNAS dan LAZ setiap tahun diaudit akuntan publik. Melalui aturan ini, kami ingin menambahkan agar secara periodik mereka juag harus menyampaikan ke publik tentang progres penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Ini juga terkait trust atau kepercayaan, pungkasnya. (rgm/JPC)


Sumber: www.jawapos.com

Berita Terkait



add images