iklan Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 29 Maret 2023
Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 29 Maret 2023

Nilai outstanding piutang pembiayaan di Februari 2023 tercatat sebesar Rp428,42 triliun atau tumbuh 15,28 persen yoy (Januari 2023: 14,57 persen yoy). Kenaikan ini utamanya didorong oleh pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh sebesar 32,76 persen yoy dan 19,93 persen yoy. Profil risiko Perusahaan Pembiayaan masih terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) Februari 2023 tercatat turun menjadi sebesar 2,36 persen (Januari 2023: 2,40 persen). Sedangkan sektor dana pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 4,60 persen yoy (Januari 2023: 5,48 persen yoy), dengan nilai aset mencapai Rp347,89 triliun.

FinTech peer to peer (P2P) lending pada Februari 2023 mencatatkan outstanding pembiayaan yang tumbuh sebesar 44,62 persen yoy mencapai Rp50,09 triliun (Januari 2023: Rp51,03 triliun atau sebesar 63,47 persen yoy). Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) tercatat menurun menjadi 2,69 persen yoy (Januari 2023: 2,75 persen yoy).

Sementara itu, permodalan di sektor IKNB terjaga dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum dan reasuransi mencatatkan Risk Based Capital (RBC) sebesar 478,21 persen dan 320,81 persen (Januari 2023: 474,04 persen dan 319,51 persen). Secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen, namun OJK senantiasa tetap memantau RBC masing-masing perusahaan asuransi. Tingkat pinjaman dibandingkan dengan modal sendiri atau gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat stabil 2,07 kali (Januari 2023: 2,03 kali), jauh di bawah batas maksimum 10 kali.

Perkembangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen

OJK terus mendorong literasi dan inklusi keuangan nasional secara merata untuk memenuhi kebijakan Pemerintah yaitu target inklusi keuangan mencapai 90 persen pada tahun 2024. Untuk mewujudkan hal tersebut, optimalisasi peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) sebagai forum koordinasi akselerasi perluasan akses keuangan regional menjadi sangat penting.

Sampai dengan 31 Maret 2023 telah terbentuk 492 TPAKD di 34 provinsi dan 458 kabupaten/kota (89,30 persen dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia). Jumlah TPAKD ini diharapkan dapat terus meningkat seiring dengan kebutuhan terhadap peningkatan akses keuangan di daerah, kemajuan teknologi informasi serta pengembangan potensi ekonomi di daerah.

Selain melalui TPAKD, OJK juga mendorong program literasi dan edukasi keuangan secara masif baik secara tatap muka (offline) maupun daring (online) melalui Learning Management System (LMS) dan media sosial. Dalam hal ini, pada Februari 2023, OJK telah melaksanakan 28 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 8.730 orang peserta. Selain itu, Sikapi Uangmu, sebagai saluran media komunikasi berupa minisite dan aplikasi yang khusus menginformasikan konten terkait edukasi keuangan kepada masyarakat secara digital, telah memublikasikan konten edukasi keuangan sebanyak 70 konten, dengan jumlah pengunjung sebanyak 390.640 viewers.

Memanfaaatkan momentum Ramadhan, OJK menyelenggarakan Serial Program Literasi dan Edukasi Keuangan Syariah melalui “Gebyar Safari Ramadhan” pada tanggal 24 Maret s.d. 14 April 2023 yang rangkaian acaranya antara lain terdiri dari webinar edukasi keuangan syariah, Gebyar Ramadhan Nusantara (melibatkan KR/KOJK), dan berbagai kontes keuangan syariah untuk menarik minat masyarakat.

Sementara itu, sejak awal Januari hingga 31 Maret 2023, OJK telah menerima 76.201 layanan, termasuk 4.852 pengaduan, 34 pengaduan berindikasi pelanggaran, dan 385 sengketa yang masuk ke dalam LAPS Sektor Jasa Keuangan (SJK). Dari pengaduan tersebut, sebanyak 2.411 merupakan pengaduan sektor perbankan, 2.417 merupakan pengaduan sektor IKNB, dan sisanya merupakan layanan sektor pasar modal.

Arah Kebijakan

Strategi OJK dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan menghadapi tantangan kedepan, namun tetap dapat menjaga pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu melalui:

Kebijakan Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

  1. Dampak permasalahan perbankan di Amerika Serikat dan Eropa relatif terbatas terhadap industri perbankan Indonesia, mengingat tidak terdapat eksposur langsung bank-bank yang ditutup di negara-negara itu dan kondisi stabilitas keuangan domestik yang terjaga. Juga karena respon cepat dari otoritas di berbagai negara yang mampu meredam risiko  Agar perbankan tetap berdaya tahan dan mampu mengantisipasi downside risks dari dinamika global, OJK meminta perbankan untuk:
  • Memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian;
  • Melakukan stress testing secara berkala dengan berbagai skenario;
  • Melakukan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan. Dalam hal ini, OJK juga memonitor erat komposisi DPK dan kredit perbankan agar tetap terdiversifikasi dengan baik;
  • Menjaga rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi; dan
  • Menghindari praktek-praktek excessive risk-taking behaviouryang spekulatif.

Selain itu, OJK senantiasa melakukan langkah antisipatif terhadap berbagai dinamika yang dapat berimplikasi terhadap perbankan Indonesia serta memperkuat koordinasi antar otoritas dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

  1. OJK meminta perusahaan asuransi untuk melakukan proses underwriting, pembentukan cadangan teknis, dan pengelolaan investasi secara prudent, untuk menghindari dampak penurunan kondisi ekonomi terhadap kondisi likuiditas dan solvabilitas. Hal dimaksud dilakukan agar perusahaan asuransi tetap resilien dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang dapat mempengaruhi siklus pasar asuransi khususnya akibat kenaikan pada biaya modal dan eksposur risiko yang dapat diasuransikan, terutama yang sensitif terhadap kondisi ekonomi.
  2. Untuk memitigasi kemungkinan dampak rambatan akibat berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit pada beberapa segmen dan sektor tertentu, OJK memastikan LJK telah membentuk dan mengevaluasi kecukupan pencadangan, termasuk secara berkelanjutan meminta LJK untuk melakukan re-assessmentterhadap kondisi debitur yang sedang direstrukturisasi serta kemungkinan penurunan dan tekanan lebih lanjut terhadap debitur dimaksud.
  3. Mempertimbangkan fluktuasi pasar keuangan global yang berpotensi masih akan berkelanjutan, OJK memonitor erat kecukupan likuiditas perbankan khususnya ketersediaan dan komposisi portfolio surat berharga yang tergolong sebagai alat likuid berkualitas tinggi/High Quality Liquid Asset (HQLA).

Kebijakan Penguatan Sektor Jasa Keuangan dan Infrastruktur Pasar

    1. OJK mendukung implementasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang memperkenalkan pemanfaatan instrumen Term Deposit Operasi Pasar Terbuka Konvensional dalam Valuta Asing di BI(TD OPT Valas BI) sebagai alternatif penempatan dari dana DHE yang disimpan di Indonesia dan berlaku di awal Maret ini.  Dukungan OJK dilakukan melalui panduan bagi perbankan terkait penyajian aktivitas penempatan TD OPT Valas BI dalam Laporan keuangan bank sebagai berikut:
  • Pada saat Eksportir/nasabah memilih DHE SDA ditempatkan pada TD OPT Valas BI maka Dana eksportir yang ditempatkan di TD OPT Valas BI dapat disajikan sebagai Liabilitas Lainnya dan di sisi aset penempatan disajikan sebagai Aset Lainnya.
  • Bank menyajikan fee/imbal hasil yang diterima dari BI sebagai pendapatan non bunga, sedangkan bunga/imbal hasil dari penempatan TD OPT Valas BI langsung di-pass throughkepada nasabah eksportir.


Berita Terkait